JAKARTA - Seiring dengan pesatnya perkembangan informasi dan teknologi, masyarakat semakin mudah menghimpun dan berbagi berita. Namun, fenomena ini juga dibarengi dengan penyebaran informasi yang tak terverifikasi, atau bahkan keliru, seperti kasus terbaru yang melibatkan nama besar Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dan pelatih kondang Timnas Indonesia, Shin Tae-yong.
Kabar mengenai penunjukan Shin Tae-yong sebagai pelatih Timnas U-20, menggantikan posisi Indra Sjafri, menjadi pusat perbincangan setelah video yang diunggah di kanal YouTube "Sport News" mendadak viral. Video tersebut, dengan narasi provokatif "Lokal pride buat malu, Erick Thohir tunjuk Shin Tae-yong sebagai pelatih gantikan Indra Sjafri," telah memancing perhatian ribuan netizen hingga Rabu 19 Februari 2025.
Referensi dari situs turnbackhoax.id menjelaskan bahwa Tim Pemeriksa Fakta Mafindo telah melakukan pengecekan terhadap video berdurasi delapan menit tersebut. Hasilnya, tidak terdapat bukti yang mendukung klaim mengenai pergantian posisi pelatih yang dimaksud. Video yang tersebar justru berisi diskusi mengenai prediksi Shin Tae-yong terhadap performa Timnas U-20 asuhan Indra Sjafri, pasca kekalahan dari Iran dan Uzbekistan di Piala Dunia U-20 2025.
Lebih lanjut, Tim Pemeriksa Fakta melakukan penelusuran mendalam melalui mesin pencari Google dengan memasukkan kata kunci terkait, namun tetap tidak menemukan informasi yang akurat atau mendukung mengenai penunjukan Shin Tae-yong menggantikan Indra Sjafri. Berdasarkan temuan tersebut, video ini dikategorikan sebagai hoaks, menambah daftar panjang konten fabrikasi yang menyesatkan publik.
Dalam wawancara eksklusif, Indra Sjafri menyatakan, "Saya pribadi belum mendapat informasi resmi apapun terkait perubahan struktur pelatihan dari PSSI ataupun Erick Thohir. Fokus saya tetap membawa Timnas U-20 berprestasi maksimal." Sementara itu, dari pihak Kementerian BUMN, seorang juru bicara menegaskan bahwa "tidak ada keputusan ataupun diskusi mengenai penggantian pelatih Timnas U-20 yang melibatkan Pak Erick."
Penyebaran hoaks semacam ini membuktikan betapa pentingnya literasi digital dalam mengarungi derasnya arus informasi di zaman modern. Masyarakat diminta untuk selalu bersikap kritis dengan melakukan verifikasi terhadap sumber informasi, terutama jika bersumber dari media sosial. Tak kalah penting, ada perlunya menggali kebenaran dari platform terpercaya sebelum menyebarluaskan berita lebih lanjut.
Selain itu, pemerintah dan berbagai institusi berwenang terus gencar mengedukasi masyarakat tentang bahaya berita palsu. Masyarakat diharapkan berperan aktif untuk bersama-sama memerangi penyebaran hoaks yang tak hanya merugikan individu tertentu, namun juga berpotensi meresahkan publik secara luas.
Penelusuran terkait video hoaks ini menggarisbawahi pentingnya kerja kolaboratif antara media, otoritas, dan masyarakat. Hanya dengan upaya bersama, penyebaran informasi yang menyesatkan ini bisa diminimalisasi. Keberhasilan memerangi hoaks akan memperkuat kepercayaan publik terhadap media dan informasi digital.
Kesadaran dan kewaspadaan tetap menjadi kunci utama dalam menerima segala informasi, khususnya yang tersaji secara online dan melalui jejaring sosial. Publik diharapkan tidak hanya menjadi penerima informasi, tetapi juga sebagai penjaga tatanan informasi yang sehat dan benar. Sebuah langkah yang pada akhirnya diperlukan untuk mendorong kehidupan bermasyarakat yang lebih cerdas dan beretika dalam bermedia.