PETANI

Petani Pilih Jagung Jadi Primadona Sawah Tadah Hujan

Petani Pilih Jagung Jadi Primadona Sawah Tadah Hujan
Petani Pilih Jagung Jadi Primadona Sawah Tadah Hujan

JAKARTA - Di tengah ketidakpastian cuaca, petani sawah tadah hujan di beberapa wilayah Kabupaten Sukoharjo kini lebih memilih menanam jagung pada musim tanam III (MT III). Keputusan ini bukan tanpa alasan. Jagung menawarkan keuntungan ganda: permintaan pasar yang tinggi serta risiko kerugian yang lebih rendah dibandingkan menanam padi, yang sangat bergantung pada ketersediaan air hujan.

Sugeng, seorang petani di Desa Trangsan, Kecamatan Gatak, menceritakan pengalamannya. Sawah miliknya sepenuhnya mengandalkan hujan, berbeda dengan MT I dan MT II yang bersamaan dengan musim hujan sehingga cukup aman untuk menanam padi. Namun, memasuki MT III, kondisi cuaca yang sulit diprediksi membuatnya mengambil keputusan lebih hati-hati dengan menanam jagung.

“Pada MT I dan II, air melimpah dan kami menanam padi. Tapi di MT III ini, cuaca tidak menentu. Jadi dari pada ambil risiko besar menanam padi, saya lebih memilih menanam jagung,” ujar Sugeng.

Selain lebih aman, jagung juga diminati pasar. Permintaan jagung di pasaran sangat tinggi dan belum sepenuhnya terpenuhi, terutama untuk kebutuhan pangan dan pakan ternak. Bagi petani seperti Sugeng, hal ini menjadi insentif tambahan. “Kebutuhan pasar tinggi dan setiap MT III saya selalu tanam jagung. Ini baru tanam saja sudah ada pembeli karena sudah jadi langganan setiap tahun kesini,” jelasnya.

Tingginya permintaan jagung membuat tanaman ini menjadi solusi bagi petani dalam menghadapi kondisi alam yang tidak menentu. Sugeng menambahkan bahwa jagung tidak kalah menguntungkan dibandingkan padi, namun lebih mudah dirawat dan lebih aman dari kerusakan akibat perubahan cuaca yang ekstrem.

Petani lain, Widodo, yang menanam jagung di Desa Ngemplak, Kecamatan Kartasura, juga menekankan faktor kemudahan perawatan dan pengurangan risiko gagal panen. Lahan sawah seluas 1.500 meter persegi miliknya menjadi ladang jagung pada MT III ini. “Kadang hujan dan panas menyengat lama. Apalagi sawah saya merupakan tadah hujan dan sulit dapat air. Jadi dari pada risiko rusak, lebih baik ditanami jagung. Apalagi permintaan jagung dipasaran tinggi,” jelas Widodo.

Widodo menambahkan bahwa semua proses tanam hingga panen dilakukan sendiri bersama keluarga, yang membuat biaya produksi lebih efisien dibandingkan menanam padi pada MT I dan II, yang memerlukan tenaga tambahan dan penyewaan alat. “Saat MT III sudah ada pengepul jagung dari Sukoharjo datang ke petani. Hasil panen nanti akan dikirim ke Semarang dan Surabaya sebagai bahan pakan ternak,” jelasnya.

Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Sukoharjo, Bagas Windaryatno, menjelaskan bahwa jagung masih menjadi salah satu tanaman pokok yang ditanam di wilayah ini, baik di lahan pertanian aktif maupun lahan tidur yang sebelumnya tidak dimanfaatkan. Pemanfaatan lahan tidur ini menjadi strategi penting dalam mendukung swasembada pangan nasional dan meningkatkan produktivitas tanaman pangan.

“Untuk yang pokok tetap tiga kali tanam padi setahun. Sedangkan tambahannya yakni pemanfaatan lahan tidur untuk ditanami tanaman pangan palawija seperti jagung. Upaya dilakukan untuk mewujudkan swasembada pangan nasional,” ujar Bagas.

Pemanfaatan lahan tidur dilakukan di seluruh wilayah Sukoharjo dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, desa, swasta, Polres, Kodim 0726, dan masyarakat. Lahan yang sebelumnya tidak digunakan dimaksimalkan untuk menanam palawija seperti jagung, singkong, ketela, dan kacang tanah. Strategi ini tidak hanya meningkatkan ketersediaan pangan, tetapi juga memberikan nilai ekonomi tambahan bagi petani.

Selain menanam di lahan tidur, Dinas Pertanian dan Perikanan Sukoharjo memastikan bahwa kebutuhan petani untuk menanam padi tetap terpenuhi. Ketersediaan bibit, pupuk, air, hingga peralatan pertanian modern dijamin sehingga produktivitas tetap optimal. Pemantauan juga dilakukan untuk memastikan bahwa lahan tidur yang ditanami jagung dan tanaman pangan lainnya dirawat secara maksimal hingga panen.

“Untuk lahan tidur sebenarnya memang diprioritaskan jagung. Tapi ada juga yang ditanami tanaman pangan palawija lainnya. Termasuk juga ada buah,” tambah Bagas.

Dengan strategi ini, jagung tidak hanya menjadi alternatif aman bagi petani sawah tadah hujan, tetapi juga menjadi bagian dari upaya strategis pemerintah daerah untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Keputusan petani menanam jagung di MT III menunjukkan bagaimana adaptasi terhadap perubahan cuaca dan permintaan pasar dapat dijalankan secara efektif.

Jagung kini tampil sebagai solusi praktis dan menguntungkan bagi petani, sekaligus mendukung kebutuhan pangan dan pakan ternak. Di tengah tantangan alam dan tekanan pasar, inovasi sederhana seperti pemilihan jenis tanaman yang tepat menjadi kunci keberhasilan pertanian lokal. Kabupaten Sukoharjo, melalui langkah-langkah ini, menunjukkan bahwa pertanian adaptif dapat membawa manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan secara bersamaan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index