JAKARTA - Harga minyak mentah dunia mengalami kenaikan signifikan setelah kabar serangan drone di Rusia Selatan yang mengganggu aliran minyak dari Kazakhstan menuju Laut Hitam. Insiden ini menempatkan harga minyak WTI dan Brent pada posisi tertinggi dalam sepekan terakhir. Kenaikan harga ini terjadi di tengah ketegangan geopolitik yang terus meningkat.
Serangan drone yang terjadi di stasiun pompa di Rusia Selatan memiliki potensi untuk memangkas volume transit minyak mentah hingga 30%, menurut laporan resmi. Proses perbaikan infrastruktur yang rusak diperkirakan memakan waktu hingga dua bulan, memberikan dampak signifikan terhadap pasokan minyak global.
Meskipun begitu, kenaikan harga minyak lebih lanjut sedikit tertahan oleh adanya perkembangan positif di arena diplomatik. Amerika Serikat dan Rusia saat ini dalam tahap awal diskusi diplomatik untuk meredakan ketegangan terkait perang di Ukraina. Pertemuan penting antara pejabat tinggi dari kedua negara berlangsung di Riyadh, meskipun tidak dihadiri oleh Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskiy. Absennya Zelenskiy memicu kekhawatiran bahwa resolusi damai mungkin akan lebih lambat tercapai.
Sementara itu, pasar energi global juga memantau perkembangan dari kelompok OPEC+. Ada laporan yang saling bertentangan tentang apakah OPEC+ akan mengurangi pemangkasan produksi pada bulan April atau memperpanjang kebijakan ini, yang berpotensi mempengaruhi suplai minyak di pasar global.
Mengomentari situasi ini, analis pasar energi dari Vibiznews, Jul Allens, menyampaikan, "Serangan drone di Rusia Selatan ini jelas menciptakan guncangan di pasar minyak global. Dengan ketidakpastian yang ada, kita melihat reaksi pasar yang jelas melalui kenaikan harga minyak."
Selain itu, di AS, Presiden Donald Trump mendeklarasikan bahwa ekspor minyak mentah dari Chevron ke Venezuela sedang dalam peninjauan. Hal ini menyoroti ketegangan terus-menerus antara AS dan Venezuela yang dapat berdampak pada pasar minyak secara global.
Dari sisi harga, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak bulan Maret naik sebesar 1,57% menjadi $71,85 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah berjangka jenis Brent juga meningkat 0,80%, menjadi $75,81 per barel. Kenaikan ini menunjukkan sentimen pasar yang cukup optimis meskipun terdapat berbagai ketidakpastian politik.
Para analis memproyeksikan bahwa pergerakan harga minyak selanjutnya akan cenderung naik. Minyak WTI diperkirakan akan menghadapi resistensi di kisaran $73.90 - $78.10 dan support di kisaran $69.35 - $66.80. "Jika situasi geopolitik tidak segera mereda dan ketidakpastian terus berlanjut, kita bisa melihat harga minyak yang lebih tinggi dalam beberapa minggu ke depan," kata Allens menambahkan.
Ke depan, pasar akan terus mengawasi perkembangan dari pembicaraan diplomatik antara AS dan Rusia, serta keputusan OPEC+ di bulan April. Selain itu, ketegangan antara Amerika Serikat dan Venezuela juga akan menjadi faktor krusial yang dapat mempengaruhi pasokan dan harga minyak global.
Dengan dinamika yang terus berubah ini, pelaku pasar diingatkan untuk tetap waspada terhadap berita-berita terkini yang dapat mempengaruhi harga dan stabilitas pasar energi global. Kemampuan untuk beradaptasi dan merespons dengan cepat terhadap perubahan situasi akan menjadi kunci bagi pemain industri minyak dalam menghadapi tantangan di bulan-bulan mendatang.