JAKARTA - Indonesia semakin serius mendorong pemanfaatan energi terbarukan melalui pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap. Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Andriah Feby Misna, mengungkapkan bahwa hingga Juli 2025, kapasitas terpasang PLTS atap telah mencapai 538 megawatt peak (MWp).
Menurut Andriah, permintaan pemasangan PLTS atap menunjukkan tren positif, dibuktikan dengan antrean pengajuan yang meningkat ke Kementerian ESDM. Dengan laju tersebut, kementerian menargetkan kapasitas PLTS atap bisa menembus 1.000 MWp (1 GWp) pada akhir tahun 2025. “Harapan kami di tahun ini untuk PLTS atap mencapai 1 GW,” ujarnya.
Peningkatan kapasitas ini tidak hanya mencerminkan percepatan transisi energi bersih, tetapi juga menunjukkan kesadaran masyarakat dan sektor industri untuk memanfaatkan energi terbarukan secara mandiri dan efisien.
Regulasi Mendukung Investasi PLTS
Selain meningkatkan kapasitas, Kementerian ESDM tengah menyusun regulasi penting guna memperkuat ekosistem energi surya, termasuk revisi Peraturan Presiden No.112/2022 dan peraturan terkait PLTS Operasi Paralel.
Andriah menekankan pentingnya partisipasi pemerintah daerah. Mereka diharapkan dapat:
Menyelaraskan tata ruang wilayah untuk mendukung investasi PLTS.
Bertindak sebagai mediator terkait isu pembebasan lahan.
Mengalokasikan APBD untuk proyek PLTS di bangunan pemerintah dan fasilitas publik.
Memberikan insentif untuk pengembangan dan pemanfaatan energi terbarukan.
Pendekatan ini diyakini dapat mempercepat penetrasi PLTS atap, sekaligus mendorong investasi yang terintegrasi dengan perencanaan wilayah dan kebutuhan masyarakat.
Kontribusi PLTS Captive untuk Industri
Dalam kesempatan yang sama, Alvin Putra Sisdwinugraha, Analis Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan dari IESR, menjelaskan bahwa dari total kapasitas PLTS terpasang Indonesia per akhir 2024 sebesar 916 MW, sebagian besar disumbang oleh PLTS skala besar.
Namun, ada tren baru yang menarik: PLTS terdistribusi seperti PLTS atap terutama dari sektor industri memberikan kontribusi signifikan. Pada 2024, penambahan kapasitas PLTS captive industri mencapai lebih dari 100 MW. Alvin menekankan bahwa PLTS captive menjadi faktor penting dalam meningkatkan daya saing industri Indonesia di pasar global.
“Wilayah usaha (wilus) telah meningkat tiga kali lipat sejak 2017, membuka peluang besar bagi pemasangan PLTS captive. Pemerintah perlu meningkatkan transparansi dalam perencanaan sistem, data, dan perizinan, misalnya melalui aplikasi,” jelas Alvin.
Peluang Ekspor Energi Terbarukan
Selain memenuhi kebutuhan domestik, pengembangan PLTS juga membuka peluang ekspor energi terbarukan. Proyek ekspor listrik sebesar 3,4 GW ke Singapura dapat memperkuat rantai pasok dalam negeri dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) 60 persen.
Alvin menekankan pentingnya dasar hukum yang jelas untuk memastikan peran PLN dalam proyek ekspor ini. Langkah tersebut dinilai strategis untuk meningkatkan produksi lokal sekaligus memperluas pasar energi bersih Indonesia di tingkat regional.
Penguatan Rantai Pasok Modul Surya
Dari sisi produksi, kapasitas modul surya di Indonesia diperkirakan mencapai 11,7 GWp per tahun. Beberapa produsen Tier-1 telah berinvestasi di dalam negeri.
Meski demikian, penyerapan kapasitas produksi perlu ditingkatkan melalui proyek skala utilitas dan permintaan domestik yang konsisten. Saat ini, harga modul lokal relatif lebih mahal 30-40 persen dibanding impor, sehingga pemerintah diminta memberikan insentif, seperti pembebasan bea masuk bahan baku.
“Untuk mendorong investasi pada rantai pasok, penting memastikan permintaan dalam negeri konsisten. Pemerintah perlu strategi agar aturan TKDN tetap menarik investasi sambil melindungi industri lokal,” ungkap Alvin.
Potensi dan Tantangan ke Depan
Pertumbuhan PLTS atap dan captive menunjukkan sinyal positif dalam percepatan transisi energi. PLTS atap memungkinkan bangunan komersial, rumah tangga, dan industri memproduksi listrik secara mandiri, menekan biaya energi, dan mengurangi emisi karbon.
Tantangan utama tetap ada, termasuk kebutuhan koordinasi regulasi, insentif fiskal, dan peningkatan kapasitas distribusi serta integrasi dengan jaringan listrik nasional. Selain itu, ketersediaan modul surya lokal dan harga bersaing menjadi kunci agar proyek energi terbarukan berkelanjutan.
Dengan langkah strategis dari pemerintah, investasi industri, dan partisipasi masyarakat, target 1 GW PLTS atap pada akhir tahun 2025 diyakini dapat tercapai. Proyek ini juga menjadi tolok ukur keseriusan Indonesia dalam mendorong transisi energi bersih, sekaligus memperkuat posisi negara dalam rantai pasok energi terbarukan global.
PLTS atap kini menjadi salah satu pilar utama percepatan energi terbarukan di Indonesia. Dengan kapasitas terpasang yang terus bertambah, regulasi yang mendukung, serta keterlibatan aktif sektor industri dan pemerintah daerah, Indonesia menatap tahun 2025 dengan optimisme tinggi untuk mencapai 1 GW PLTS atap.
Inisiatif ini tidak hanya memberi manfaat lingkungan dan ekonomi, tetapi juga meningkatkan kemandirian energi nasional. Melalui sinergi yang tepat antara kebijakan, teknologi, dan investasi, Indonesia siap memperkuat ekosistem energi bersih yang berkelanjutan dan kompetitif di kancah global.