Nilai Tukar Petani Menguat, Tanda Positif bagi Sektor Pertanian

Selasa, 02 September 2025 | 10:08:58 WIB
Nilai Tukar Petani Menguat, Tanda Positif bagi Sektor Pertanian

JAKARTA - Pergerakan ekonomi di sektor pertanian kembali memperlihatkan sinyal positif. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa Nilai Tukar Petani (NTP) pada Agustus 2025 mencapai 123,57. Angka tersebut meningkat 0,76 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Kenaikan ini menandakan adanya perbaikan kesejahteraan petani, terutama karena indeks harga yang diterima petani lebih tinggi dibandingkan indeks harga yang harus mereka keluarkan.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, menegaskan bahwa peningkatan tersebut tidak terlepas dari kenaikan Indeks Harga yang Diterima Petani (It) sebesar 0,84 persen, sementara Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) hanya naik 0,08 persen. Artinya, pendapatan petani relatif lebih baik jika dibandingkan dengan biaya yang mereka keluarkan.

“Nilai Tukar Petani atau NTP pada Agustus 2025 tercatat 123,57 atau naik 0,76 persen dibandingkan Juni 2025,” ujar Pudji.

Komoditas Pendorong Kenaikan

Beberapa komoditas pertanian menjadi faktor utama yang mendorong kenaikan ini. BPS mencatat gabah, kelapa sawit, jagung, dan bawang merah memberikan kontribusi terbesar dalam peningkatan It secara nasional. Ketersediaan hasil panen dan tren harga yang menguat membuat posisi tawar petani menjadi lebih baik.

Jika ditelusuri lebih jauh, subsektor tanaman pangan mencatat kenaikan NTP paling tinggi, yakni sebesar 2,40 persen. Hal ini terjadi karena It naik 2,31 persen, sedangkan Ib justru turun tipis 0,09 persen. Pudji menambahkan bahwa komoditas dominan yang menggerakkan subsektor tanaman pangan antara lain gabah, jagung, ketela rambat, dan kacang hijau. Kondisi ini memperlihatkan bahwa sektor pangan masih menjadi penopang penting dalam menjaga stabilitas ekonomi pertanian di Indonesia.

Indikator Rumah Tangga Pertanian

Selain NTP, BPS juga mencatat perkembangan Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP). Pada Agustus 2025, NTUP berada di level 127,56, naik 0,67 persen dibanding bulan sebelumnya. Indikator ini semakin menegaskan bahwa usaha rumah tangga yang bergerak di sektor pertanian ikut menikmati keuntungan dari kenaikan harga komoditas.

Namun, di sisi lain, Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) justru mengalami penurunan tipis 0,01 persen. Penurunan ini utamanya dipengaruhi oleh turunnya indeks pada kelompok transportasi. Artinya, biaya pengeluaran rumah tangga di sektor tertentu sedikit lebih rendah, yang secara tidak langsung bisa membantu menjaga keseimbangan ekonomi rumah tangga petani.

Perkembangan Harga Beras

Beras sebagai komoditas pokok masyarakat Indonesia juga mencatat kenaikan harga di tingkat penggilingan. Pada periode yang sama, harga rata-rata beras kualitas premium tercatat Rp13.838 per kilogram, naik 2,32 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Untuk beras kualitas medium, harganya mencapai Rp13.458 per kilogram atau naik 1,46 persen.

Beras kualitas submedium juga ikut terkerek menjadi Rp13.319 per kilogram, naik 1,14 persen. Sementara itu, beras pecah di penggilingan melonjak cukup tinggi sebesar 5,89 persen, dengan harga rata-rata Rp13.740 per kilogram.

Kondisi ini memberikan dampak ganda. Di satu sisi, petani diuntungkan dengan harga gabah dan beras yang lebih tinggi. Namun di sisi lain, konsumen akhir berpotensi menghadapi harga pangan yang semakin mahal. Situasi tersebut perlu dikelola agar kesejahteraan petani tidak berbanding terbalik dengan daya beli masyarakat.

Fenomena Deflasi Musiman

Di tengah kenaikan NTP, Indonesia justru mencatat deflasi secara bulanan pada Agustus 2025 sebesar 0,08 persen. Indeks Harga Konsumen (IHK) menurun dari 108,60 pada Juli menjadi 108,51 pada Agustus.

Menurut Pudji, deflasi tersebut bukanlah hal mengejutkan karena sudah menjadi pola musiman sejak 2021. Setiap bulan Agustus, deflasi selalu terjadi, utamanya akibat melimpahnya pasokan pangan dari musim panen. Meski demikian, deflasi pada Agustus 2025 lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada 2023 maupun 2024.

“Pada Agustus 2025 terjadi deflasi sebesar 0,08 persen secara bulanan atau terjadi penurunan indeks harga konsumen dari 108,60 pada Juli 2025 menjadi 108,51 pada Agustus 2025,” jelas Pudji.

Harapan bagi Petani dan Ekonomi Nasional

Peningkatan NTP dan NTUP ini menjadi kabar baik, karena menunjukkan daya beli petani yang lebih kuat sekaligus perbaikan di sektor pertanian. Namun, tantangan tetap ada, terutama dalam menjaga keseimbangan antara keuntungan petani dan keterjangkauan harga bagi konsumen.

Bagi pemerintah, kondisi ini memberikan gambaran penting bahwa stabilisasi harga pangan harus terus dijaga. Peningkatan harga di tingkat petani perlu diiringi kebijakan yang bisa melindungi konsumen, misalnya dengan memperkuat cadangan pangan, menjaga kelancaran distribusi, dan mendorong efisiensi rantai pasok.

Ke depan, sektor pertanian tetap memegang peranan vital dalam perekonomian nasional. Dengan komoditas utama seperti padi, jagung, dan kelapa sawit yang terus menjadi penopang, diharapkan kesejahteraan petani bisa semakin meningkat. Apalagi, tren NTP yang naik diiringi dengan deflasi musiman menjadi momentum baik untuk menjaga daya saing dan stabilitas harga di pasar domestik.

Kenaikan NTP Agustus 2025 menjadi cerminan bahwa sektor pertanian masih mampu bertahan dan memberikan kontribusi positif bagi perekonomian nasional, meskipun di tengah fluktuasi harga dan dinamika konsumsi rumah tangga.

Terkini

Inilah Besaran Gaji Pensiunan PNS 2025, Adakah Kenaikan?

Kamis, 04 September 2025 | 13:05:36 WIB

Begini Cara Mengatasi Hiperinflasi & Faktor Penyebabnya

Kamis, 04 September 2025 | 14:49:36 WIB

Refinancing Adalah: Definisi, Manfaat, dan Tips Melakukannya

Kamis, 04 September 2025 | 11:52:54 WIB

Suku Bunga Acuan BI: Fungsi, Tujuan dan Cara Kerjanya

Kamis, 04 September 2025 | 12:29:43 WIB

Inilah Perbedaan Pajak dan Retribusi Beserta Contohnya

Kamis, 04 September 2025 | 12:35:19 WIB