JAKARTA - Indonesia semakin menegaskan posisinya sebagai salah satu pusat penting dalam peta industri otomotif global. Hal ini tidak hanya terlihat dari meningkatnya angka penjualan domestik, tetapi juga dari peranannya sebagai basis ekspor bagi sejumlah pabrikan otomotif asal China. Bagi para produsen tersebut, Indonesia bukan sekadar pasar yang menjanjikan, melainkan juga gerbang strategis untuk menjangkau negara lain di kawasan Asia hingga Afrika.
Pengamat otomotif dari ITB, Yannes Martinus Pasaribu, menekankan bahwa posisi geografis Indonesia memiliki daya tarik tersendiri. Menurutnya, Indonesia dipandang sebagai lokasi yang lebih netral dari sisi geopolitik perdagangan internasional. Kondisi ini membuat produk yang dirakit di Indonesia lebih mudah diterima di berbagai negara tujuan ekspor, tanpa terbentur isu sensitif yang kerap membayangi perdagangan antarnegara besar.
Selain faktor netralitas geopolitik, keberadaan Indonesia di lingkaran kerja sama perdagangan regional juga memberikan keuntungan tersendiri. Mobil-mobil yang diproduksi di dalam negeri dapat memanfaatkan berbagai perjanjian dagang, sehingga tarif ekspor yang dikenakan lebih rendah dibandingkan jika langsung dikirim dari China. Keunggulan inilah yang menjadi alasan kuat mengapa banyak merek otomotif asal Negeri Tirai Bambu memilih menjadikan Indonesia sebagai basis produksi mereka.
Lompatan Ekspor Signifikan
Laporan terbaru Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan dalam ekspor mobil rakitan lokal oleh produsen China. Tercatat, tiga merek besar Wuling, Chery, dan DFSK sudah melangkah lebih jauh dengan mengirimkan produknya ke pasar internasional.
Dalam periode Januari hingga Juli 2025 saja, total ekspor dari ketiga merek tersebut mencapai 2.254 unit, atau hampir empat kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Angka ini menunjukkan bahwa strategi menggunakan Indonesia sebagai hub produksi benar-benar mulai membuahkan hasil konkret.
Dari total ekspor tersebut, Wuling menjadi penyumbang terbesar. Pabrikan ini berhasil menorehkan angka ekspor mencapai 1.465 unit, naik hampir tiga kali lipat dari tahun lalu. Produk unggulan mereka adalah mobil listrik, dengan jumlah lebih dari 1.100 unit yang dikirim baik dalam bentuk completely built up (CBU) maupun completely knocked down (CKD). Negara tujuan utama ekspor Wuling antara lain Thailand dan Sri Lanka, yang sama-sama menunjukkan permintaan tinggi terhadap kendaraan ramah lingkungan.
Sementara itu, Chery juga tidak mau ketinggalan. Produsen ini resmi memulai ekspor mobil rakitan lokal Chery Omoda 5 pada akhir tahun lalu, dan hingga tujuh bulan pertama tahun ini telah berhasil mengirim 745 unit ke Vietnam. Capaian ini menandai langkah awal Chery dalam memperluas jaringan pasar regional melalui jalur distribusi berbasis Indonesia.
Adapun DFSK menyasar segmen berbeda, yakni kendaraan niaga. Produsen ini tercatat mengekspor 44 unit mobil niaga ke Timor Leste dan beberapa negara di Afrika. Meski volumenya relatif kecil dibandingkan dua merek lain, langkah ini memperlihatkan keragaman strategi ekspor yang diambil masing-masing pabrikan untuk mengoptimalkan peluang pasar.
Indonesia dan Transformasi Otomotif
Tren ekspor kendaraan yang didominasi mobil listrik dari Indonesia juga mencerminkan perubahan arah industri otomotif global. Permintaan terhadap kendaraan ramah lingkungan terus meningkat, sejalan dengan kebijakan energi bersih di berbagai negara. Wuling menjadi contoh nyata bagaimana produsen mampu membaca arah pasar dan menyesuaikannya dengan strategi produksi.
Menurut Yannes Martinus Pasaribu, keberhasilan produsen asal China memanfaatkan Indonesia tidak hanya menguntungkan perusahaan, tetapi juga memberikan dampak positif bagi ekosistem otomotif nasional. “Dengan diproduksi di Indonesia, merek-merek ini bisa memanfaatkan perjanjian dagang dan menciptakan peluang kerja serta transfer teknologi,” jelasnya.
Dengan demikian, kehadiran pabrikan otomotif asing berpotensi memperkuat basis industri lokal, termasuk rantai pasok komponen yang semakin berkembang. Dalam jangka panjang, hal ini akan meningkatkan daya saing Indonesia di kancah industri kendaraan global.
Tantangan dan Prospek ke Depan
Meski capaian ekspor terus meningkat, masih ada tantangan yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah memastikan kualitas produk yang dihasilkan di Indonesia benar-benar sesuai standar internasional. Persaingan di pasar otomotif global sangat ketat, sehingga faktor kualitas, daya tahan, serta layanan purna jual akan menjadi kunci keberhasilan jangka panjang.
Selain itu, dukungan infrastruktur dan regulasi juga sangat dibutuhkan agar iklim investasi semakin kondusif. Pemerintah Indonesia dituntut konsisten memberikan kemudahan bagi investor, baik dari sisi perizinan, insentif fiskal, maupun kebijakan energi yang mendukung percepatan elektrifikasi kendaraan.
Namun, jika semua tantangan tersebut dapat diatasi, prospek Indonesia sebagai basis ekspor otomotif dunia sangatlah cerah. Apalagi, tren kendaraan listrik yang kian mendominasi membuka peluang baru bagi Indonesia untuk tampil sebagai pemain utama, mengingat negara ini juga memiliki cadangan nikel yang besar sebagai bahan baku baterai.
Kisah keberhasilan Wuling, Chery, dan DFSK mengekspor produk rakitan Indonesia membuktikan bahwa strategi pabrikan otomotif asal China menempatkan Indonesia sebagai pusat ekspor bukanlah sekadar wacana, melainkan sudah berjalan nyata. Dengan dukungan posisi geografis yang strategis, akses perjanjian dagang, serta potensi pasar yang luas, Indonesia semakin diperhitungkan dalam peta industri otomotif internasional.
Bagi industri dalam negeri, momentum ini harus dimanfaatkan untuk memperkuat fondasi produksi, mengembangkan teknologi, serta meningkatkan kompetensi tenaga kerja. Dengan begitu, Indonesia tidak hanya menjadi lokasi produksi sementara, tetapi benar-benar bertransformasi menjadi pemain utama dalam rantai pasok otomotif global.