JAKARTA - Pertumbuhan kendaraan listrik berbasis baterai (Battery Electric Vehicle/BEV) di Indonesia menunjukkan lonjakan yang signifikan dalam beberapa waktu terakhir. Perkembangan ini menandai keseriusan pemerintah dalam mengarahkan ekosistem transportasi nasional ke arah yang lebih ramah lingkungan, dengan salah satu pendorong utamanya adalah kebijakan insentif fiskal.
Menurut catatan resmi, populasi BEV di Tanah Air mencapai 274.802 unit hingga Agustus 2025. Angka tersebut bukan sekadar pencapaian, tetapi mencerminkan pertumbuhan luar biasa sebesar 151 persen dibandingkan periode tahun sebelumnya. Lompatan ini tidak lepas dari strategi fiskal yang diterapkan pemerintah untuk mempercepat adopsi kendaraan listrik.
Insentif Jadi Penentu Pertumbuhan
Yannes Martinus Pasaribu, pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), menegaskan bahwa insentif fiskal merupakan kunci utama lonjakan populasi kendaraan listrik di Indonesia. "Terutama melalui kebijakan PPN DTP yang memangkas PPN menjadi hanya satu persen untuk BEV yang memenuhi syarat TKDN sampai akhir 2025 ini," ujarnya.
Kebijakan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) ini memangkas tarif PPN dari tarif normal menjadi hanya 1 persen untuk kendaraan listrik berbasis baterai yang memenuhi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Insentif tersebut berlaku hingga akhir 2025.
Dengan adanya keringanan pajak ini, harga jual kendaraan listrik menjadi lebih terjangkau di mata konsumen. Yannes menambahkan, "Insentif ini secara langsung menurunkan harga jual kendaraan di tingkat konsumen, sehingga secara signifikan meningkatkan keterjangkauan dan proposisi nilainya."
Efek Positif pada Pasar Otomotif
Pertumbuhan pesat ini sekaligus memperlihatkan bahwa pasar otomotif nasional mulai bergeser ke arah elektrifikasi. Jika sebelumnya kendaraan listrik dianggap mahal dan kurang praktis, kini dengan adanya insentif harga, konsumen lebih berani mencoba teknologi baru ini.
Dari perspektif industri otomotif, lonjakan ini membuka peluang besar bagi produsen kendaraan listrik, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Kebijakan fiskal tidak hanya mendorong konsumen, tetapi juga memberikan sinyal kuat bagi investor untuk membangun basis produksi di Indonesia.
Infrastruktur Jadi Penopang
Selain insentif fiskal, perkembangan infrastruktur kendaraan listrik juga memainkan peran penting. Hingga Juli 2025, jumlah Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di Indonesia telah mencapai 4.186 unit. Data ini disampaikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Keberadaan SPKLU tidak sekadar angka, melainkan menjawab salah satu kekhawatiran utama konsumen, yaitu range anxiety atau rasa waswas terkait jarak tempuh kendaraan. Yannes menilai, "Perkembangan infrastruktur ini secara bertahap mengurangi kekhawatiran konsumen akan jarak tempuh."
Dengan semakin banyaknya titik pengisian daya di berbagai wilayah, konsumen kini lebih percaya diri menggunakan mobil listrik untuk aktivitas harian maupun perjalanan jarak menengah.
Jalan Menuju Transisi Energi Bersih
Kombinasi antara kebijakan fiskal yang menggiurkan dan pembangunan infrastruktur pengisian daya menempatkan Indonesia dalam posisi yang lebih kuat untuk mempercepat transisi menuju kendaraan ramah lingkungan. Tren ini juga selaras dengan agenda besar pemerintah untuk menurunkan emisi karbon sekaligus mengurangi ketergantungan pada energi fosil.
Pertumbuhan kendaraan listrik di Indonesia juga menjadi bagian dari strategi global dalam menghadapi perubahan iklim. Dengan populasi BEV yang meningkat pesat, Indonesia dapat menunjukkan komitmen nyata dalam upaya dekarbonisasi sektor transportasi.
Tantangan ke Depan
Meski tren pertumbuhan terlihat menjanjikan, sejumlah tantangan tetap membayangi. Ketersediaan baterai dan biaya produksi masih menjadi isu penting yang harus diatasi. Di sisi lain, industri otomotif nasional juga perlu beradaptasi untuk meningkatkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) agar bisa terus menikmati insentif fiskal yang berlaku.
Selain itu, edukasi masyarakat tentang keunggulan kendaraan listrik perlu terus digencarkan. Walau harga sudah lebih terjangkau, sebagian konsumen masih mempertanyakan aspek keandalan, perawatan, hingga nilai jual kembali mobil listrik.
Harapan untuk Masa Depan
Jika tren pertumbuhan ini berlanjut, bukan tidak mungkin kendaraan listrik akan menjadi wajah baru industri otomotif Indonesia dalam beberapa tahun ke depan. Dengan dukungan pemerintah melalui insentif dan percepatan pembangunan infrastruktur, kendaraan listrik berpotensi menjadi tulang punggung transportasi perkotaan.
Bagi konsumen, manfaatnya jelas terasa: biaya operasional yang lebih rendah, pengalaman berkendara yang lebih tenang, serta kontribusi nyata terhadap lingkungan. Sementara bagi pemerintah, keberhasilan memperluas penggunaan kendaraan listrik akan memperkuat posisi Indonesia dalam peta global transisi energi.
Pada akhirnya, keberhasilan pertumbuhan kendaraan listrik di Indonesia akan ditentukan oleh kesinambungan kebijakan. Insentif fiskal telah membuktikan diri sebagai katalis utama, namun dukungan infrastruktur, inovasi teknologi, dan keterlibatan masyarakat akan menjadi fondasi yang memastikan keberlanjutan momentum ini.