JAKARTA - Performa saham PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) menjadi perhatian para pelaku pasar, di tengah meningkatnya minat terhadap sektor energi baru dan terbarukan (EBT), khususnya panas bumi. Dengan pencapaian kinerja positif pada paruh pertama 2025, ditambah langkah ekspansi yang agresif, PGEO menunjukkan posisinya sebagai pemain utama yang siap menangkap peluang di sektor geotermal Indonesia.
Perusahaan mencatatkan pendapatan sebesar USD 204,85 juta, tumbuh tipis 0,5% secara tahunan (YoY), dengan laba tahun berjalan sebesar USD 68,93 juta. Angka ini mencerminkan pencapaian 48% dari estimasi Trimegah Sekuritas dan 44% dari konsensus pasar untuk tahun fiskal ini.
Dari sisi operasional, pendapatan PGEO mengalami peningkatan sebesar US$103,3 juta dibandingkan kuartal sebelumnya, atau naik 1,8%. Hal ini didorong oleh peningkatan performa dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang dan Ulubelu, yang menjadi andalan operasional perusahaan. Utilisasi PLTP Kamojang bahkan mencatat angka 90%, jauh melampaui rata-rata utilisasi normal di kisaran 70%.
Sabrina, analis dari Trimegah Sekuritas, menilai bahwa arah kebijakan pemerintah yang semakin berpihak pada energi hijau telah membuka peluang besar bagi subsektor panas bumi. Dalam pandangannya, PGEO berada dalam posisi yang sangat strategis untuk memanfaatkan peluang tersebut.
“PGEO adalah pemain utama di sektor panas bumi Indonesia. Dengan kapasitas terpasang 1.932 megawatt (MW), di mana 727 MW dikelola langsung dan sisanya melalui skema kerja sama, perusahaan memiliki skala dan pengalaman operasional yang solid,” ujar Sabrina dalam keterangannya.
Mendorong Pertumbuhan Lewat Ekspansi
Sejalan dengan kinerja keuangan yang positif, PGEO juga menjalankan strategi ekspansi agresif. Target jangka menengah perusahaan adalah mengelola kapasitas terpasang langsung sebesar 1 gigawatt (GW) dalam 2–3 tahun ke depan.
Sabrina mencatat bahwa meskipun ada risiko tekanan terhadap laba akibat fluktuasi nilai tukar, prospek PGEO tetap kuat dengan bertambahnya kapasitas dari proyek-proyek baru. Salah satu langkah penting yang diambil adalah pengoperasian PLTP Lumut Balai Unit 2 yang menambah kapasitas sebesar 55 MW. Unit ini telah melalui uji Unit Rated Capacity (URC) selama 72 jam dan dinyatakan layak operasi.
Selain itu, beberapa proyek lain seperti Hululais Unit 1 & 2 (dengan kapasitas 110 MW), proyek co-generation di Ulubelu dan Lahendong, serta eksplorasi wilayah kerja Gunung Tiga sedang berjalan sesuai rencana. Langkah-langkah ini dinilai penting dalam mendukung kontribusi PGEO terhadap bauran energi bersih nasional.
“Kinerja positif PGEO mencerminkan potensi sektor EBT di Indonesia yang terus berkembang. Apalagi dengan adanya rencana ekspor listrik EBT sebesar 3 GW ke Singapura yang menjadi sinyal positif bagi masa depan industri energi bersih nasional,” tambah Sabrina.
Lumut Balai Unit 2: Simbol Keberlanjutan
Kesuksesan pengoperasian PLTP Lumut Balai Unit 2 menjadi penanda penting dalam perjalanan PGEO. Dengan kapasitas tambahan 55 MW, pembangkit ini menambah total kapasitas yang dikelola langsung oleh PGEO menjadi 727,5 MW dari enam wilayah kerja.
Setelah menyelesaikan pengujian teknis yang ketat, unit ini mulai menyalurkan listrik ke jaringan nasional, berkontribusi langsung terhadap kebutuhan energi bersih dan berkelanjutan. Sertifikat Laik Operasi (SLO) diterbitkan usai uji URC, yang memastikan bahwa performa pembangkitan sesuai spesifikasi teknis dan siap untuk terhubung secara stabil dengan sistem PLN.
Direktur Utama PGEO, Julfi Hadi, menyampaikan apresiasinya terhadap seluruh tim dan pihak terkait atas keberhasilan proyek tersebut.
“Kami bersyukur pembangkitan PLTP Lumut Balai Unit 2 kini dapat dimulai secara penuh dan konsisten. Ini adalah bagian dari komitmen jangka panjang PGE dalam menyediakan energi bersih berbasis panas bumi yang andal dan berkelanjutan,” ujarnya.
Valuasi dan Peluang Pasar
Dari sudut pandang valuasi, Sabrina menilai bahwa PGEO masih menawarkan daya tarik bagi investor. Berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) terbaru, potensi pengembangan panas bumi nasional mencapai sekitar 24 GW. Ini memberikan ruang ekspansi yang sangat luas bagi perusahaan-perusahaan seperti PGEO.
Ia juga berharap proses pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) antara Independent Power Producer (IPP) dan PLN dapat dipercepat agar mendukung monetisasi proyek-proyek geotermal lebih lanjut.
Sebagai catatan tambahan, meskipun PGEO telah menunjukkan fundamental dan prospek jangka menengah yang positif, keputusan investasi tetap berada di tangan investor. Analisis mendalam dan strategi manajemen risiko tetap diperlukan sebelum melakukan aksi beli atau jual.