JAKARTA - Langkah Indonesia menuju transisi energi kian konkret dengan menggandeng mitra global yang telah membuktikan keberhasilannya. Dalam upaya mempercepat bauran energi bersih, pemerintah membuka ruang kerja sama lebih luas dengan Brasil, salah satu negara pelopor bioenergi dunia. Isu energi bersih, ketahanan iklim, dan penguatan kerja sama bioenergi menjadi fokus pembahasan bilateral antara Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto dan Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva dalam kunjungan kenegaraan ke Brasilia.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan posisi Brasil sebagai mitra strategis dalam transisi energi Indonesia. “Brasil telah membuktikan dirinya dalam pemanfaatan energi rendah karbon, pengalaman mereka menjadi referensi penting bagi Indonesia yang sedang mempercepat bauran energi bersih,” ujar Bahlil di sela kunjungan.
Brasil diketahui memiliki pencapaian luar biasa dalam bauran energi nasional. Sekitar 88 persen pasokan listrik di negara itu bersumber dari energi rendah karbon seperti tenaga air, angin, surya, dan bioenergi. Salah satu keunggulan utama Brasil adalah pengembangan bioetanol dari tebu, menjadikannya produsen etanol terbesar kedua di dunia. Keberhasilan ini dinilai sangat relevan dengan arah kebijakan energi Indonesia, yang juga tengah memperluas penggunaan biofuel.
“Pengembangan bioetanol merupakan bagian dari strategi nasional untuk menciptakan ekosistem energi yang berkelanjutan dan inklusif. Selain mendukung transisi energi dan membuka peluang ekonomi baru di daerah, langkah ini juga selaras dengan potensi kerja sama bersama Brasil yang telah memiliki pengalaman panjang dalam mengembangkan bioenergi,” jelas Bahlil.
Presiden Prabowo turut menyoroti keberhasilan Brasil dalam mengembangkan sistem pertanian dan biofuel yang saling mendukung. Ia menyebut capaian tersebut sebagai contoh yang bisa dijadikan acuan bagi Indonesia dalam memperkuat sektor energi dan pertanian. “Kami melihat keberhasilan Anda (Brasil) dalam mengembangkan biofuel, dan saya pikir kami bertekad untuk mengejar kemajuan yang telah Anda capai,” kata Presiden saat bertemu Presiden Lula.
Sebagai bentuk konkret dari komitmen nasional, Indonesia telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tahun 2025 tentang Pengusahaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (BBN). Aturan ini menjadi acuan resmi dalam tata kelola biofuel secara menyeluruh, mencakup pengusahaan, distribusi, dan penggunaannya terutama di sektor transportasi. Pemerintah juga memberi insentif bagi pelaku usaha yang mendukung pengembangan bioenergi dalam negeri.
“Permen ini menjadi landasan penting bagi kita dalam memperkuat ekosistem bioenergi nasional. Kerja sama dengan Brasil di bidang teknologi, riset, dan peningkatan kapasitas sangat potensial untuk mempercepat implementasi kebijakan ini di lapangan,” kata Bahlil.
Dalam pelaksanaan kebijakan, pemerintah juga sudah memulai uji pasar bioetanol lewat produk Pertamax Green 95, yakni bahan bakar bensin RON 95 yang dicampur 5 persen etanol (E5). Produk ini mulai tersedia di sejumlah SPBU Pertamina dan menjadi bagian dari strategi bertahap untuk mengedukasi konsumen serta memperluas penggunaan bahan bakar nabati.
Indonesia dan Brasil sendiri telah memiliki payung kerja sama formal dalam bidang energi dan pertambangan sejak 2008 melalui Memorandum Saling Pengertian (MSP). Kerja sama ini mencakup kegiatan di sektor hulu hingga hilir, riset bersama, pelatihan, pertukaran informasi, hingga proyek teknis lainnya. Dalam konteks kunjungan kenegaraan kali ini, pemerintah berharap dapat mengaktifkan kembali implementasi teknis dari MoU tersebut agar menghasilkan kolaborasi nyata.
Secara ekonomi, hubungan bilateral Indonesia dan Brasil menunjukkan potensi besar. Nilai perdagangan antara kedua negara telah mencapai USD6,34 miliar pada 2024. Momentum ini diharapkan menjadi titik tolak bagi pendalaman kerja sama investasi dan alih teknologi di sektor energi dan lingkungan. Dengan memanfaatkan kekuatan masing-masing, kedua negara diyakini dapat memperkuat posisi dalam misi global menghadapi perubahan iklim.
Bahlil juga menyampaikan bahwa melalui pengalaman Brasil, Indonesia dapat mempercepat transisi menuju energi hijau dengan tetap mempertahankan kemandirian ekonomi. Dalam waktu dekat, berbagai skema kerja sama, baik B2B (business to business) maupun G2G (government to government), akan dirancang untuk memfasilitasi transfer teknologi dan peningkatan kapasitas SDM.
Komitmen Indonesia dalam membangun ekosistem bioenergi bukan sekadar wacana, melainkan bagian dari strategi jangka panjang menuju ketahanan energi nasional. Dengan menjadikan Brasil sebagai mitra, Indonesia membuka peluang besar untuk memanfaatkan teknologi mutakhir dan pengalaman praktik terbaik demi keberhasilan program transisi energi.
Melalui kemitraan ini pula, Indonesia berharap mampu mendorong pemerataan energi bersih hingga ke pelosok, menciptakan lapangan kerja baru dari sektor energi hijau, dan memperkuat daya saing global dalam menghadapi tantangan iklim dunia.