JAKARTA - Di tengah derasnya arus digitalisasi, penggunaan gadget pada anak-anak usia dini kerap menjadi dilema bagi banyak keluarga. Fenomena anak-anak yang akrab dengan layar sejak balita kian marak dan tampaknya telah menjadi bagian dari pola pengasuhan modern. Namun, dibalik kenyamanan yang ditawarkan teknologi, para pakar kesehatan anak mengingatkan adanya bahaya laten terhadap tumbuh kembang mereka.
Paparan gadget yang berlebihan tanpa pendampingan orang tua, ternyata berpotensi menimbulkan efek jangka panjang yang serius bagi kesehatan fisik dan mental anak-anak. Hal ini diangkat dalam webinar bertema “Gadget dan Pengaruhnya pada Anak” yang merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Grand Parenting Menuju Indonesia Emas Seri III, diselenggarakan oleh Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak serta Masyarakat (DPPKBP3APM) Kota Palangka Raya.
Gadget Bukan Solusi Praktis untuk Menenangkan Anak
Banyak orang tua menjadikan gadget sebagai ‘penenang instan’ saat anak rewel atau butuh hiburan. Sayangnya, menurut dr. Fransiska Herintyo, Sp.A, spesialis anak yang menjadi narasumber dalam webinar tersebut, kebiasaan ini dapat menghambat aspek perkembangan anak, terutama balita.
“Screen time yang tidak dibatasi dapat memicu berbagai gangguan seperti keterlambatan bicara, gangguan tidur, hingga kecenderungan perilaku menyerupai spektrum autisme,” ujar dr. Fransiska.
Ia menjelaskan bahwa pada usia emas pertumbuhan, anak-anak membutuhkan stimulasi melalui interaksi langsung, baik secara verbal maupun emosional. Interaksi ini tidak bisa digantikan oleh layar digital, meski konten yang disajikan bersifat edukatif.
“Anak usia dini sangat memerlukan komunikasi dua arah untuk melatih kemampuan sosial dan perkembangan bahasa mereka. Sayangnya, gadget hanya memberikan rangsangan satu arah,” tambahnya.
Minimnya Pendampingan, Dampak Semakin Serius
dr. Fransiska menyebutkan bahwa lebih dari 66 persen anak tidak mendapatkan interaksi yang memadai dengan orang tua saat menggunakan gadget. Akibatnya, anak cenderung kehilangan kemampuan adaptasi sosial dan menjadi lebih tertutup dalam lingkungan nyata.
“Anak-anak ini tumbuh terbiasa berinteraksi dengan layar, bukan dengan manusia. Ini akan berdampak pada empati, pemahaman emosi, dan konsentrasi mereka,” jelasnya.
Fakta ini memperlihatkan bahwa penggunaan gadget tanpa pengawasan bukan hanya soal waktu layar, tetapi juga tentang minimnya kedekatan emosional antara orang tua dan anak.
Orang Tua Harus Jadi Teladan Digital
Dalam menghadapi tantangan era teknologi, dr. Fransiska menekankan pentingnya peran orang tua sebagai panutan digital. Anak-anak meniru kebiasaan orang dewasa di sekitarnya. Jika orang tua lebih sering bermain ponsel dibanding mengajak anak bicara, maka hal yang sama akan ditiru oleh anak.
“Tidak mungkin kita berharap anak-anak bijak menggunakan teknologi jika orang tua sendiri tidak memberi contoh,” tegasnya.
Ia menganjurkan keluarga untuk menciptakan waktu bebas gadget secara konsisten, misalnya saat makan malam, sebelum tidur, atau saat bermain bersama. Momentum tanpa layar ini penting untuk mengembalikan kualitas hubungan dalam keluarga dan memberikan ruang tumbuh bagi anak.
Strategi Aman Gunakan Gadget bagi Anak
Untuk mencegah dampak negatif, dr. Fransiska memberikan panduan konkret terkait penggunaan gadget pada balita. Ia menekankan bahwa anak di bawah dua tahun sebaiknya tidak dikenalkan pada layar sama sekali, kecuali untuk kebutuhan tertentu seperti video call dengan keluarga.
Sementara untuk anak usia dua hingga lima tahun, penggunaan gadget sebaiknya dibatasi maksimal satu jam per hari dan harus dalam pengawasan orang dewasa.
“Konten yang ditonton anak sebaiknya edukatif dan sesuai usia, dan lebih baik jika orang tua ikut menonton dan mendiskusikannya bersama anak,” sarannya.
Lebih jauh, ia menganjurkan agar orang tua tetap mendorong aktivitas fisik dan sosial secara langsung, seperti bermain peran, membacakan cerita, menggambar, atau bermain di luar rumah. Aktivitas ini membantu perkembangan motorik halus, komunikasi, hingga regulasi emosi anak.
Edukasi Keluarga Kunci Utama
Webinar ini menjadi bukti pentingnya edukasi publik terkait dampak penggunaan gadget. Pemerintah daerah melalui DPPKBP3APM telah mengambil langkah tepat dengan memberikan pembekalan kepada orang tua dan pengasuh melalui kegiatan berbasis literasi digital dan parenting.
Kegiatan semacam ini sangat penting untuk meningkatkan kesadaran keluarga bahwa pengawasan terhadap penggunaan gadget bukan hanya tanggung jawab teknis, melainkan tanggung jawab emosional untuk menciptakan generasi yang tumbuh dengan sehat secara fisik dan mental.
Melalui webinar ini pula, masyarakat diajak untuk tidak serta-merta menghindari teknologi, namun memanfaatkannya secara tepat guna. Keseimbangan antara teknologi dan interaksi manusia tetap menjadi pilar utama dalam pengasuhan anak di era digital.
Tumbuh Sehat di Era Teknologi Butuh Pendampingan
Menggunakan gadget memang sudah menjadi bagian dari kehidupan modern. Namun bagi anak-anak, terutama balita, paparan yang tidak terkontrol bisa berakibat serius terhadap tumbuh kembang mereka. Karena itu, peran aktif orang tua sangat dibutuhkan—bukan hanya sebagai pengawas, tetapi juga sebagai contoh.
Dengan membatasi waktu layar, memilih konten yang tepat, serta memberikan ruang untuk interaksi dan eksplorasi dunia nyata, anak-anak akan memiliki fondasi kuat dalam menghadapi masa depan digital.
Di masa depan, bukan hanya literasi teknologi yang penting, tetapi juga literasi emosional dan sosial—dan semua itu dimulai dari rumah.