BANSOS

Polemik Bansos Rp 40 Miliar, Anggota DPRD Lotim dari PDIP Ajukan Surat Nota Keberatan

Polemik Bansos Rp 40 Miliar, Anggota DPRD Lotim dari PDIP Ajukan Surat Nota Keberatan
Polemik Bansos Rp 40 Miliar, Anggota DPRD Lotim dari PDIP Ajukan Surat Nota Keberatan

JAKARTA - Program bantuan sosial (Bansos) senilai Rp 40 miliar yang digagas oleh Bupati dan Wakil Bupati Lombok Timur, Haerul Warisin dan Edwin Hadiwijaya, tengah menjadi perdebatan hangat di kalangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lombok Timur. Bantuan sosial tersebut, yang direncanakan untuk masyarakat kurang mampu, menyedot anggaran yang cukup besar, yakni Rp 40.000.000.000 untuk pengadaan 273.000 paket sembako. Namun, kontroversi muncul terkait dengan pengelolaan dan penempatan anggaran tersebut.

Pada Jumat 7 Maret 2025, tiga anggota DPRD dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) menyampaikan surat nota keberatan atas program Bansos tersebut. Surat dengan nomor 001/IN/ANGGOTADPRD/III/2025 ini ditujukan kepada pimpinan DPRD Kabupaten Lombok Timur, serta Bupati dan Sekretaris Daerah Kabupaten Lombok Timur.

Tiga Anggota DPRD PDI Perjuangan Ajukan Keberatan

Surat keberatan yang disampaikan oleh tiga anggota DPRD PDI Perjuangan tersebut antara lain Ahmad Amrullah, ST., MT., Nirmala Rahayu Luk Santi, ST., MM., dan Marianah. Mereka menyampaikan beberapa alasan yang mendasari sikap mereka dalam surat yang ditandatangani bersama tersebut. Dalam suratnya, mereka menegaskan bahwa mereka tidak bersedia bertanggung jawab atas pelaksanaan program Bansos ini dengan sejumlah alasan yang dianggap tidak sesuai prosedur.

"Kami Anggota DPRD Kabupaten Lombok Timur dari PDI Perjuangan yang tergabung dalam Fraksi Demokrasi Bintang Perjuangan Indonesia menyampaikan nota keberatan terhadap usulan Bupati Lombok Timur dalam APBD Tahun Anggaran 2025 terkait dengan pengadaan paket sembako sebesar Rp 40.000.000.000, yang ditempatkan pada Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Lombok Timur," tulis anggota DPRD dalam suratnya.

Penempatan Anggaran yang Disorot

Salah satu poin utama yang diangkat dalam surat nota keberatan tersebut adalah masalah penempatan anggaran yang dianggap tidak tepat sasaran. Menurut para anggota DPRD ini, anggaran untuk program Bansos seharusnya ditempatkan pada Dinas Sosial, bukan pada Dinas Perdagangan dan Perindustrian. "Anggaran tersebut seharusnya ditempatkan pada Dinas Sosial Kabupaten Lombok Timur, karena itu berkaitan langsung dengan program kesejahteraan sosial, bukan perdagangan," ujar Ahmad Amrullah, salah satu anggota DPRD yang terlibat.

Selain itu, mereka juga mengkritik ketidakjelasan data calon penerima bantuan. Mereka khawatir jika pengadaan sembako dilakukan tanpa adanya data yang valid, program tersebut justru bisa tidak tepat sasaran. Hingga saat ini, Pemerintah Kabupaten Lombok Timur belum memiliki data yang cukup mengenai calon penerima bantuan sosial, yang seharusnya diambil dari Basis Data Terpadu (BDT) yang dikelola oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

“Sebagai anggota DPRD, kami khawatir kalau bantuan sosial ini tidak tepat sasaran. Pemerintah belum memiliki Big Data penerima dari BPS, yang sangat penting untuk memastikan bahwa program ini benar-benar sampai kepada yang membutuhkan,” lanjut Nirmala Rahayu Luk Santi dalam penjelasannya.

Alasan Lainnya: Fokus pada Inflasi

Poin lain yang juga disorot adalah alasan pemerintah Kabupaten Lombok Timur yang menyebutkan bahwa bantuan sembako ini bertujuan untuk menekan inflasi. Menurut anggota DPRD PDI Perjuangan, jika tujuan tersebut adalah untuk menanggulangi inflasi, maka seharusnya pemerintah tidak mengalokasikan dana untuk Bansos dalam bentuk sembako, melainkan melalui operasi pasar atau pengadaan pasar murah yang bisa langsung menjangkau masyarakat secara luas.

“Jika alasannya untuk menekan inflasi, kami rasa lebih tepat jika dilakukan operasi pasar atau pasar murah. Dengan cara ini, masyarakat bisa langsung membeli barang dengan harga yang lebih terjangkau, bukan dengan bantuan sosial sembako seperti yang direncanakan,” ungkap Marianah, anggota DPRD lainnya.

Pengajuan Anggaran Tanpa Pemberitahuan

Selain masalah penempatan anggaran, anggota DPRD juga menyoroti perubahan anggaran yang dilakukan tanpa pemberitahuan sebelumnya. Mereka menyebutkan bahwa penambahan anggaran sebesar Rp 40 miliar untuk Bansos ini terjadi begitu saja pada saat pembahasan APBD tanpa adanya pemberitahuan resmi dari pemerintah daerah kepada anggota DPRD.

“Pada saat pembahasan APBD, kami tidak menerima pemberitahuan resmi mengenai perubahan anggaran ini. Ini merupakan bentuk penyelundupan APBD yang sangat tidak transparan,” tegas mereka dalam surat keberatannya.

Tindak Lanjut dan Harapan DPRD

Menanggapi situasi ini, anggota DPRD PDI Perjuangan berharap ada evaluasi lebih lanjut terkait program Bansos ini. Mereka juga mendesak agar pemerintah daerah lebih berhati-hati dalam merencanakan dan mengalokasikan anggaran, agar dana yang dialokasikan benar-benar tepat sasaran dan memberikan manfaat maksimal kepada masyarakat yang membutuhkan.

“Kami tidak menentang bantuan sosial, namun kami ingin agar pelaksanaannya benar-benar tepat sasaran dan sesuai prosedur yang berlaku. Pemerintah daerah harus lebih transparan dalam hal ini,” kata Nirmala Rahayu Luk Santi.

Polemik terkait program Bansos Rp 40 miliar ini masih terus berkembang dan menarik perhatian publik. Masyarakat pun menunggu apakah surat nota keberatan yang telah diajukan oleh anggota DPRD PDI Perjuangan akan mendapat tanggapan dari pemerintah daerah atau tidak. Sebagai langkah lanjutan, diharapkan ada dialog terbuka untuk mencari solusi terbaik bagi kepentingan masyarakat Lombok Timur.C

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index