JAKARTA - Memasuki musim pelaporan SPT tahunan, masyarakat diingatkan kembali tentang peran penting zakat dalam pengurangan penghasilan kena pajak. Sebagai salah satu kewajiban bagi umat Muslim, zakat ternyata dapat berfungsi lebih dari sekadar ibadah sosial. Dalam peraturan perpajakan di Indonesia, zakat bisa menjadi pengurang penghasilan bruto yang berdampak langsung pada penghitungan pajak penghasilan.
Menurut peraturan yang berlaku, wajib pajak yang telah membayar zakat melalui Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) atau lembaga amil zakat lain yang diakui pemerintah, berhak mendapatkan pengurangan penghasilan bruto. Hal ini sejalan dengan usaha pemerintah untuk mendorong pemenuhan kewajiban sosial umat Islam secara lebih tertib. Dengan melaporkan zakat dalam SPT tahunan, wajib pajak dapat memperoleh manfaat berupa pengurangan beban pajak.
Dalam wawancara dengan DDTCNews, Dian Kurniati menyatakan, "Dengan melaporkan zakat dalam SPT tahunan, masyarakat tidak hanya memenuhi kewajiban agama, tetapi juga berpartisipasi dalam pengelolaan pajak yang lebih baik. Selain itu, kebijakan ini memberikan insentif bagi masyarakat untuk membayar zakat secara teratur melalui badan yang resmi."
Namun, ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian wajib pajak saat melaporkan zakat di SPT. Pertama, zakat yang dilaporkan harus diterima oleh lembaga amil zakat yang disahkan oleh pemerintah. Kedua, wajib pajak harus menyimpan bukti pembayaran zakat sebagai dokumen pendukung jika sewaktu-waktu diperlukan oleh petugas pajak.
Pentingnya menyertakan pembayaran zakat dalam pelaporan SPT juga menekankan aspek transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan zakat. Pemerintah berharap dengan regulasi ini, dana zakat dapat dikelola lebih profesional dan tepat sasaran, sehingga manfaat zakat bisa dirasakan lebih luas oleh masyarakat yang membutuhkan.
Tidak hanya memberikan manfaat pajak, kelapangan bagi wajib pajak untuk melaporkan zakat juga mendorong peningkatan integritas lembaga amil zakat. Lembaga-lembaga ini diharapkan dapat semakin dipercaya oleh masyarakat dan mampu mendistribusikan zakat secara efektif.
Penelitian yang dilakukan oleh BAZNAS menunjukkan bahwa potensi zakat di Indonesia mencapai ratusan triliun rupiah per tahun. Namun, realisasi pengumpulan zakat masih jauh dari angka tersebut. Dengan adanya insentif pajak tersebut, diharapkan pengumpulan zakat dapat meningkat dan berkontribusi lebih besar terhadap pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat.
Sapto Andika Candra, dalam suntingannya di DDTCNews, menggarisbawahi pentingnya sosialisasi mengenai manfaat pelaporan zakat di SPT tahunan. "Sosialisasi yang intensif dan jangkauan yang lebih luas akan memudahkan masyarakat dalam memahami pentingnya pelaporan ini. Lebih banyak kesadaran masyarakat akan membantu sistem perpajakan kita menjadi lebih adil dan efisien."
Sebagai penutup, pelaporan zakat sebagai pengurang penghasilan dalam SPT tahunan bukan sekadar formalitas, tetapi bagian integral dari sistem perpajakan yang adil dan berkelanjutan. Masyarakat diharapkan dapat menggunakan hak ini dengan bijak dan mendukung upaya pemerintah dalam mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor pajak, sekaligus turut berkontribusi pada kesejahteraan sosial melalui pembayaran zakat yang tepat sasaran.
Dengan memahami keuntungan dari pelaporan zakat dalam SPT, wajib pajak dapat mengoptimalkan strategi penghematan pajaknya sekaligus berkontribusi nyata dalam pembangunan bangsa melalui dua jalur kewajiban: zakat dan pajak. Bagi wajib pajak yang belum melaporkan zakatnya, momen pelaporan SPT tahunan yang saat ini tengah berlangsung, menjadi kesempatan yang tepat untuk memulai praktik yang bermanfaat ini.