JAKARTA - Indonesia terus melangkah maju dengan perkembangan teknologi di bidang energi, termasuk energi nuklir. Dalam pidato yang disampaikan pada penutupan Kongres Partai Demokrat, Presiden Prabowo Subianto mengemukakan pandangannya tentang pentingnya energi nuklir bagi masa depan bangsa. Tidak hanya untuk keperluan militer, energi nuklir disebutnya bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan kesehatan, pertanian, dan yang terpenting, sebagai energi terbarukan yang paling bersih. “Nuklir bukan hanya untuk senjata. Nuklir untuk kesehatan, nuklir untuk benih-benih padi dan nuklir untuk energi. Energi terbarukan dan energi paling bersih di antaranya nuklir,” ujar Prabowo.
Wacana ini bukanlah hal baru. Pemerintah Indonesia telah menerima sejumlah proposal kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dari beberapa negara. Aryo Djojohadikusumo, Wakil Ketua Umum Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan, ada tiga negara yang menunjukkan minat besar untuk merealisasikan pembangunan PLTN di Indonesia.
Tiga Negara Siap Bekerja Sama
Amerika Serikat melalui Westinghouse Nuclear sudah menjalin kerja sama yang melibatkan Kamar Dagang Indonesia (Kadin). "Dari Amerika, Westinghouse Nuclear, sudah ada yang bermitra dengan Kadin," kata Aryo saat konferensi pers dalam acara Indonesia Green Energy Investment Dialogue 2025 di Jakarta.
Sementara itu, Rusia lewat Rosatom State Atomic Energy Corporation juga menunjukkan keseriusan. Minat ini disampaikan langsung oleh Sergei K. Shoigu, Sekretaris Dewan Keamanan Rusia, dalam pertemuan dengan Presiden Prabowo di Jakarta. Rosatom dikenal memiliki pengalaman dalam membangun PLTN di berbagai negara seperti India dan Vietnam.
Dari pihak Tiongkok, proposal kerja sama sudah berada di tangan Ketua Umum Kadin, Anindya Bakrie, yang sempat bertemu dengan China National Nuclear Corporation (CNNC). "Anindya Bakrie bersama dengan anggota-anggota Kadin yang lain bertemu dengan China National Nuclear Corporation (CNNC), BUMN yang kebetulan monopoli di bidang nuklir," ujar Aryo.
Rencana Strategis Pemerintah
Keberlanjutan energi nuklir di Indonesia menjadi lebih nyata dengan adanya Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) yang mengintegrasikan energi nuklir dalam bauran ketenagalistrikan nasional. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, telah mengesahkan dokumen tersebut pada 29 November 2024, dengan target net zero emission (NZE) pada 2060.
Pada tahun tersebut, pemerintah menargetkan pembangunan PLTN dengan kapasitas 35 gigawatt elektrik (GWe), menghasilkan listrik hingga 276 terawatt-hour (TWh). Penyediaan ini diharapkan memenuhi 7,9% dari total bauran energi nasional. Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung, mencatat perluasan PLTN dimulai pada 2029-2032, sejalan dengan rekomendasi Dewan Energi Nasional (DEN). "Bauran EBT akan terus meningkat mulai sekitar 16% pada tahun 2025 dan meningkat menjadi 74% pada tahun 2060," ungkap Yuliot.
Tantangan Sosial dan Persepsi Publik
Namun, tantangan masih ada. Salah satunya adalah penerimaan publik terhadap pengembangan PLTN. Walhi Kalimantan Barat dan lembaga lainnya tetap menyuarakan penolakan terhadap wacana ini, meskipun survei Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) pada 2017 menunjukkan bahwa 77,53% masyarakat Indonesia mendukung pembangunan PLTN. Presentase tersebut meningkat tajam dari hanya 49,5% di tahun 2011.
Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR), mengingatkan pentingnya transparansi pemerintah. Ia menyoroti proyek PLTN thorium di Pulau Gelasa oleh PT Thorcon Power Indonesia yang dianggap masih minim pengalaman. “Inilah pentingnya supaya semua dokumen itu dibuka, biar publik juga bisa melihat secara kritis dan memberi masukan,” katanya, dikutip dari Mongabay.
Kebutuhan Energi Nuklir
Meski ada pro dan kontra, beberapa penelitian menunjukkan bahwa nuklir memegang peran penting dalam pencapaian NZE. Andika Putra Dwijayanto, mahasiswa doktoral Nuclear Engineering di Institute of Science Tokyo, mengemukakan bahwa kebutuhan akan nuklir tergantung pada sejauh mana komitmen pemerintah dalam mencapai tujuan bersih bersih karbon. "Jika Indonesia serius ingin mencapai target NZE, maka kita memang perlu nuklir," jelas Andika dalam opininya yang dirilis di Kompas.
Dengan memperhatikan pengalaman berbagai negara, seperti Perancis yang sukses dengan program nuklirnya atau Jerman dan Jepang yang menghadapi tantangan setelah menutup PLTN mereka, Indonesia harus bijaksana dalam menapak jalan di depan. Strategi, transparansi, dan kerja sama yang kuat menjadi kunci dalam perjalanan menuju energi nuklir yang aman dan berkelanjutan di Indonesia.