PERUMAHAN

Peneliti UII Mengapresiasi SBN Perumahan sebagai Strategi Inovatif, Namun Catat Tantangannya

Peneliti UII Mengapresiasi SBN Perumahan sebagai Strategi Inovatif, Namun Catat Tantangannya
Peneliti UII Mengapresiasi SBN Perumahan sebagai Strategi Inovatif, Namun Catat Tantangannya

JAKARTA - Peneliti dari Universitas Islam Indonesia (UII) menilai rencana penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) Perumahan oleh Kementerian Keuangan sebagai strategi inovatif yang dapat membantu pembiayaan sektor perumahan di Indonesia, khususnya bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Meskipun menawarkan solusi yang menjanjikan, kebijakan ini tidak lepas dari sejumlah tantangan kritis yang harus diatasi.

Indonesia menghadapi tantangan perumahan yang serius dengan kekurangan hunian mencapai 12,7 juta unit pada tahun 2023, menurut data dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Setiap tahun, kebutuhan rumah baru diperkirakan mencapai 800.000 unit, namun realisasi penyediaan perumahan masih jauh di bawah target yang diharapkan. Rencana penerbitan SBN Perumahan diharapkan dapat memanfaatkan dana dari pasar keuangan untuk mengurangi ketergantungan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan memperbesar skala program perumahan subsidi.

Dosen dan Peneliti UII, Listya Endang Artiani, mengungkapkan bahwa pendekatan inovatif ini bisa mendorong peningkatan akses kepemilikan rumah bagi MBR. "Dengan adanya SBN perumahan, dana yang dihimpun dari investor pasar keuangan akan dialokasikan khusus untuk pembiayaan rumah bagi MBR, sehingga diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada APBN dan meningkatkan skala program perumahan subsidi," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Minggu, 23 Februari 2025.

Selama ini, keterbatasan anggaran menjadi kendala utama, dimana pada tahun 2023, realisasi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) hanya mencakup 220.000 unit rumah. Skema FLPP ini telah berperan penting dalam memberikan akses Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi sejak 2010, memasok total 1,37 juta unit rumah hingga tahun 2023. Namun, mengingat pertumbuhan penduduk dan urbanisasi yang pesat—tercatat 56,7 persen populasi tinggal di perkotaan pada tahun 2022 menurut Badan Pusat Statistik (BPS)—skema FLPP saja dinilai tidak memadai untuk memenuhi permintaan yang bertambah.

Listya menjelaskan bahwa sinergi antara Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) menjadi elemen kunci dalam implementasi kebijakan ini. BI, misalnya, direncanakan akan memberikan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) hingga Rp80 triliun kepada perbankan, sehingga memungkinkan bank menawarkan suku bunga kredit perumahan yang lebih kompetitif.

"BI juga akan berperan sebagai pembeli SBN perumahan di pasar sekunder, sehingga dapat membantu menjaga stabilitas pasar surat utang dan memastikan keberlanjutan pendanaan sektor perumahan," tambah Listya.

Namun, Listya juga mewanti-wanti sejumlah tantangan yang harus diantisipasi. Salah satunya adalah memastikan bahwa skema ini benar-benar memperluas akses bagi MBR, dan tidak hanya menguntungkan sektor keuangan atau spekulan properti. "Data menunjukkan bahwa hanya 20 persen dari MBR yang benar-benar memiliki akses terhadap skema KPR subsidi, sisanya masih terkendala persyaratan perbankan yang ketat dan harga rumah yang terus meningkat," katanya.

Selain itu, risiko moral hazard dalam bentuk misappropriasi insentif perbankan harus dikelola dengan bijaksana agar program ini memberikan dampak positif bagi kelompok sasaran. Listya juga menambahkan bahwa implikasi fiskal jangka panjang dari penerbitan SBN Perumahan harus diperhatikan. Rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang berada di kisaran 39,2 persen pada tahun 2023 perlu dipertimbangkan untuk menghindari peningkatan beban pembayaran utang yang dapat membatasi ruang fiskal sektor lain seperti pendidikan dan kesehatan.

"Jika tidak diimplementasikan dengan baik, kebijakan ini justru bisa menambah tekanan fiskal tanpa memberikan solusi nyata terhadap krisis perumahan yang sedang dihadapi masyarakat berpenghasilan rendah di Indonesia," Listya memperingatkan.

Secara keseluruhan, SBN Perumahan merupakan peluang besar untuk meningkatkan akses kepemilikan rumah di kalangan MBR, namun membutuhkan pengawasan ketat, transparansi dalam alokasi dana, dan evaluasi dampak secara berkala agar dapat memberikan manfaat optimal tanpa menambah beban fiskal yang berlebihan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index