Gas Bumi PGN Cari Solusi, Industri Tetap Terjaga

Senin, 18 Agustus 2025 | 09:37:26 WIB
Gas Bumi PGN Cari Solusi, Industri Tetap Terjaga

JAKARTA - Gangguan pasokan gas bumi kembali menjadi sorotan tajam, menyusul terhambatnya penyaluran gas oleh PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk kepada pelanggan industri. Kondisi ini bukan sekadar soal teknis, tetapi juga mengancam stabilitas operasional industri pengolahan yang sangat bergantung pada energi gas untuk keberlangsungan produksinya.

Dalam keterbukaan informasi, PGN menjelaskan bahwa kendala pasokan terjadi karena adanya penurunan penyaluran dari pemasok gas atau kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) hulu migas. Dampaknya, distribusi gas ke wilayah Jawa Barat dan Sumatra mengalami hambatan signifikan, membuat industri yang beroperasi di kawasan tersebut menghadapi ketidakpastian.

Corporate Secretary PGN, Fajriyah Usman, menyebutkan bahwa situasi ini dipicu oleh unplanned shutdown dari pemasok gas eksisting. Selain itu, ada tambahan pasokan gas yang masih dalam proses finalisasi sehingga belum bisa langsung dimanfaatkan. "Situasi ini memengaruhi kebutuhan volume gas dan stabilitas penyaluran bagi pelanggan yang saat ini dilayani di wilayah terdampak," ungkap Fajriyah.

Industri Diminta Kendalikan Konsumsi

Dalam kondisi pasokan yang terbatas, PGN mengimbau para pelanggan industri untuk lebih bijak mengatur pemakaian energi. Perusahaan mendorong penggunaan bahan bakar alternatif bagi pelanggan yang telah memiliki fasilitas dual fuel agar operasional tetap bisa berjalan meski tidak optimal.

PGN juga memastikan bahwa pihaknya bersama para pemangku kepentingan terus melakukan langkah percepatan guna mendapatkan tambahan alokasi gas dan LNG. Harapannya, distribusi ke pelanggan bisa kembali normal secepat mungkin. "Kami memahami bahwa kondisi ini dapat memengaruhi kelancaran operasional pelanggan dan kami menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi," tutur Fajriyah.

Lebih lanjut, PGN berkomitmen memberikan pembaruan informasi secara berkala. Koordinasi intensif dengan pemasok, pemerintah, serta pemangku kepentingan lainnya juga diperkuat agar pemulihan pasokan bisa lebih cepat terealisasi.

Industri Keluhkan Dampak Pembatasan

Gangguan pasokan gas bumi ini jelas memberikan tekanan besar pada sektor industri. Sejumlah perusahaan pengolahan bahkan terpaksa melakukan penghentian produksi akibat pembatasan penggunaan gas. Hal ini menjadi masalah serius, mengingat kelancaran pasokan energi sangat menentukan efisiensi dan daya saing industri nasional.

Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB), Yustinus Gunawan, mengungkapkan bahwa pihak industri kini hanya memperoleh alokasi gas industri tertentu (AGIT) untuk liquefied natural gas (LNG) sebesar 52% dengan harga US$17,8 per MMBtu. Harga ini berasal dari biaya dasar regasifikasi sebesar US$14,8 per MMBtu, ditambah surcharge 120% bagi pemakaian di atas AGIT. Sementara itu, harga gas bumi tertentu (HGBT) hanya mencakup 48% dengan harga US$7 per MMBtu, sehingga rata-rata harga mencapai US$12,6 per MMBtu.

"Pelaksanaan sepenuhnya Perpres dan Kepmen sangat penting dan genting untuk kelangsungan industri termasuk menjaga kepercayaan investor," ujar Yustinus. Ia menegaskan kembali bahwa ketersediaan pasokan gas harus dijamin sesuai alokasi dalam Kepmen ESDM 76/2025 mengenai Pengguna Gas Bumi Tertentu.

Desakan Realisasi Kebijakan Energi

Kondisi ini menunjukkan betapa krusialnya implementasi regulasi terkait energi. Industri menilai bahwa pemerintah perlu lebih tegas dalam memastikan Perpres dan Kepmen berjalan secara penuh. Ketidakpastian pasokan gas bukan hanya mengganggu roda produksi, tetapi juga bisa berdampak pada iklim investasi di Indonesia.

Yustinus menekankan pentingnya kepastian kebijakan untuk menjaga kepercayaan pelaku usaha. Tanpa jaminan suplai energi yang konsisten, daya saing industri bisa tergerus. Apalagi, harga LNG yang tinggi menambah beban biaya produksi, membuat perusahaan harus berhadapan dengan tekanan finansial tambahan.

Menjaga Keseimbangan Antara Pasokan dan Kebutuhan

Kasus yang terjadi kali ini menyoroti kembali rapuhnya keseimbangan antara pasokan gas dan kebutuhan industri. Di satu sisi, ketergantungan pada gas bumi sebagai sumber energi masih sangat tinggi. Di sisi lain, pasokan yang fluktuatif memperlihatkan betapa pentingnya diversifikasi sumber energi.

PGN memang sudah berupaya mencari alternatif suplai, termasuk dengan mempercepat proses alokasi gas tambahan. Namun, langkah ini membutuhkan waktu, sementara industri tidak bisa terus-menerus menanggung risiko produksi yang terhenti.

Kondisi ini sekaligus memperlihatkan perlunya strategi jangka panjang dalam pengelolaan energi nasional. Pasokan gas harus dirancang dengan skema yang lebih tahan gangguan, agar industri tidak selalu berada dalam posisi tertekan ketika terjadi kendala di sektor hulu.

Imbas pada Rantai Pasok Nasional

Jika gangguan ini berlangsung lebih lama, dampaknya tidak hanya berhenti di tingkat pabrik. Rantai pasok nasional yang bergantung pada pasokan industri pengolahan juga akan terganggu. Produk yang seharusnya dipasarkan bisa tertunda, memicu kelangkaan bahan baku atau barang jadi di pasar domestik.

Selain itu, potensi kerugian finansial akibat berhentinya produksi bisa menurunkan daya saing ekspor. Industri yang selama ini mengandalkan gas bumi dengan harga tertentu akan menghadapi dilema besar jika biaya produksi terus meningkat tanpa adanya kepastian pasokan.

Harapan Pemulihan Cepat

Meski menghadapi tekanan berat, industri masih berharap adanya pemulihan cepat. PGN bersama pemerintah tengah berupaya menuntaskan masalah alokasi gas agar penyaluran bisa kembali normal. Bagi industri, kepastian energi adalah kunci untuk tetap bertahan, menjaga produktivitas, dan memastikan kontribusi terhadap perekonomian nasional tetap terjaga.

Situasi ini menjadi momentum penting bagi pemerintah dan pelaku usaha untuk memperkuat sinergi. Dengan langkah konkret dan koordinasi yang lebih baik, diharapkan gangguan pasokan seperti ini tidak berulang di masa depan.

Terkini