Rupiah Melemah Usai Libur Lebaran, Kurs Dolar AS di BCA, Mandiri, BRI, dan BNI Tembus Nyaris Rp17.000

Selasa, 08 April 2025 | 10:26:17 WIB

JAKARTA - Mengawali perdagangan pascalibur Lebaran 2025, nilai tukar rupiah terpantau melemah signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Pada Selasa pagi, 8 April 2025, rupiah dibuka pada level Rp16.865 per dolar AS, nyaris menyentuh ambang psikologis Rp17.000. Kondisi ini mencerminkan tekanan eksternal yang masih membayangi pasar keuangan domestik di tengah dinamika global yang terus bergerak dinamis.

Mengutip data Bloomberg pada pukul 09.10 WIB, rupiah terkoreksi sebesar 0,26 persen atau setara 43,5 poin dibandingkan posisi penutupan sebelumnya. Tidak hanya rupiah, sejumlah mata uang utama kawasan Asia juga mengalami pelemahan terhadap dolar AS pada hari yang sama. Yuan China tercatat turun 0,17 persen, rupee India melemah hingga 0,71 persen, dolar Hong Kong terkoreksi 0,04 persen, dan ringgit Malaysia turun 0,16 persen.

Sementara itu, indeks dolar AS — yang mengukur kekuatan greenback terhadap sekeranjang enam mata uang utama — justru mengalami sedikit penurunan sebesar 0,21 persen, sehingga berada di level 103,04. Kendati demikian, pelemahan indeks dolar ini belum cukup kuat untuk menopang pergerakan rupiah dan mata uang regional lainnya.

Tekanan Global Membayangi, Rupiah Ikut Tertekan

Analis pasar mata uang memandang, pelemahan rupiah hari ini tidak lepas dari tekanan eksternal yang masih kuat, terutama akibat proyeksi kebijakan moneter Federal Reserve (The Fed) yang masih cenderung hawkish. Pasar global terus mencermati kemungkinan kenaikan suku bunga lanjutan dari bank sentral AS demi meredam inflasi yang membandel.

Selain itu, perkembangan ketegangan geopolitik di beberapa kawasan, terutama di Timur Tengah dan Eropa Timur, turut menjadi faktor yang memicu sentimen risk-off di pasar keuangan global. Para pelaku pasar cenderung menghindari aset-aset berisiko dan lebih memilih instrumen safe haven seperti dolar AS.

“Pasar masih dibayangi ketidakpastian global, terutama dari arah kebijakan The Fed dan eskalasi geopolitik. Hal ini membuat tekanan terhadap mata uang emerging market seperti rupiah semakin besar,” jelas seorang analis mata uang.

Kurs Dolar AS di Bank-bank Besar Nasional

Dengan melemahnya rupiah di pasar spot, kurs jual dolar AS di sejumlah bank besar nasional pun ikut merangkak naik, mendekati angka Rp17.000 per dolar AS. Berikut ini adalah rincian kurs dolar AS di beberapa bank besar di Indonesia pada hari ini, Selasa, 8 April 2025:

- Bank Central Asia (BCA): Kurs jual dolar AS di BCA berada di kisaran Rp16.980 per dolar, sementara kurs beli berada di level Rp16.860.

- Bank Mandiri: Bank pelat merah ini menetapkan kurs jual dolar AS di angka Rp16.975, dan kurs beli di level Rp16.855.

- Bank Negara Indonesia (BNI): Di BNI, kurs jual dolar AS tercatat Rp16.970, sedangkan kurs belinya di Rp16.850.

- Bank Rakyat Indonesia (BRI): Kurs jual dolar AS di BRI mencapai Rp16.985, dengan kurs beli di level Rp16.865.

Kenaikan kurs jual ini tentu menjadi perhatian, terutama bagi pelaku usaha yang memiliki kewajiban pembayaran dalam mata uang asing, serta masyarakat yang membutuhkan dolar AS untuk keperluan perjalanan atau bisnis internasional.

Sentimen Libur Lebaran Masih Membayangi

Pelemahan rupiah hari ini juga dipengaruhi oleh rendahnya volume transaksi pada awal pekan perdagangan pascalibur Idulfitri. Sejumlah pelaku pasar masih dalam suasana liburan, sehingga aktivitas perdagangan belum sepenuhnya normal. Volume yang tipis ini seringkali membuat volatilitas harga mata uang menjadi lebih tinggi.

“Pasar domestik masih belum sepenuhnya pulih dari libur Lebaran. Likuiditas yang tipis membuat pergerakan kurs menjadi lebih sensitif terhadap sentimen eksternal,” ujar analis lainnya yang dikutip dari Bloomberg.

Meski demikian, sebagian pelaku pasar memperkirakan tekanan terhadap rupiah bisa mereda dalam beberapa hari ke depan, seiring kembalinya aktivitas pasar ke tingkat normal dan potensi aliran dana asing yang masuk menjelang rilis data ekonomi domestik.

Potensi Gerak Rupiah ke Depan

Ke depan, pelaku pasar akan mencermati sejumlah data ekonomi penting yang berpotensi memengaruhi pergerakan rupiah. Salah satunya adalah rilis data inflasi Amerika Serikat yang akan menjadi petunjuk arah kebijakan moneter The Fed ke depan. Selain itu, data neraca perdagangan Indonesia serta kebijakan Bank Indonesia (BI) dalam merespons gejolak eksternal juga menjadi sorotan utama.

“Jika data inflasi AS kembali tinggi, ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed bisa meningkat dan memberi tekanan lanjutan bagi rupiah. Namun, di sisi lain, stabilitas ekonomi domestik yang terjaga dan kebijakan proaktif BI bisa menjadi penopang bagi rupiah,” tambah analis tersebut.

Bank Indonesia sendiri diperkirakan akan terus melakukan intervensi di pasar valas untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, terutama jika pelemahan berlangsung secara tajam dan berpotensi mengganggu perekonomian domestik.

Sebagai informasi, pada tahun 2025 ini, Bank Indonesia menargetkan stabilitas nilai tukar sebagai salah satu prioritas utama, di samping pengendalian inflasi dan penguatan pertumbuhan ekonomi nasional.

Rupiah Hadapi Tekanan, Pasar Tunggu Kepastian Global

Melemahnya nilai tukar rupiah hingga menyentuh level Rp16.865 per dolar AS pada hari ini mencerminkan tantangan yang dihadapi mata uang Garuda dalam menghadapi dinamika ekonomi global yang penuh ketidakpastian. Meski indeks dolar AS sendiri mengalami penurunan, tekanan eksternal seperti proyeksi kenaikan suku bunga The Fed dan ketegangan geopolitik membuat rupiah dan mata uang regional lainnya ikut tertekan.

Dengan kurs jual dolar AS di bank-bank besar nasional yang hampir menyentuh Rp17.000, para pelaku usaha dan masyarakat diharapkan lebih waspada terhadap volatilitas nilai tukar ini. Pemerintah bersama Bank Indonesia diharapkan terus memperkuat koordinasi dan kebijakan stabilisasi guna menjaga ketahanan ekonomi nasional.

Sebagaimana disampaikan oleh salah satu analis pasar, “Stabilitas rupiah akan sangat tergantung pada perkembangan eksternal dan respons kebijakan dalam negeri. Yang terpenting, pelaku pasar tetap tenang dan tidak panik menghadapi gejolak yang ada.”

Terkini