Warga Perumahan Maharta Tangsel Kecewa Hadapi Banjir Berulang, Pemerintah Dinilai Abai: Kami Harus Cari Solusi Sendiri

Selasa, 08 April 2025 | 10:57:23 WIB

JAKARTA - Hujan deras yang mengguyur wilayah Jabodetabek dalam beberapa hari terakhir, terutama pada Minggu 6 April 2025, kembali membawa derita bagi warga Perumahan Maharta, Serpong, Tangerang Selatan. Kawasan ini kembali dikepung banjir, memperpanjang deretan keluhan warga yang selama bertahun-tahun harus berjibaku dengan luapan air yang tak kunjung ada solusinya.

Guyuran hujan yang berlangsung deras dan berdurasi panjang pada hari tersebut menyebabkan saluran drainase di kawasan perumahan tidak mampu menampung debit air, sehingga permukiman warga pun tergenang banjir setinggi lutut hingga dada orang dewasa di beberapa titik.

Keluhan warga pun mencuat. Mereka menilai pemerintah daerah terkesan diam tanpa kejelasan penanganan jangka panjang, sehingga warga terpaksa bergotong royong mencari solusi sementara untuk mengatasi banjir yang makin sering melanda.

“Kami sudah lelah dengan situasi seperti ini. Setiap hujan deras, pasti rumah kami kebanjiran. Tapi pemerintah seakan tutup mata. Kami harus cari solusi sendiri supaya air cepat surut,” ungkap salah seorang warga Perumahan Maharta, Anwar (45 tahun), saat ditemui di lokasi banjir, Senin 7 April 2025.

Banjir Berulang Setiap Hujan Deras

Banjir yang melanda Perumahan Maharta bukanlah kejadian pertama. Wilayah ini memang dikenal rawan genangan setiap kali hujan dengan intensitas tinggi terjadi. Warga menyebutkan bahwa sistem drainase yang buruk, ditambah dengan kurangnya perhatian dari pemerintah daerah, menjadi penyebab utama banjir yang kerap terjadi.

Menurut Anwar, upaya swadaya masyarakat seperti membuat saluran air tambahan hingga menyedot genangan menggunakan pompa seadanya sudah sering dilakukan, namun tetap saja tidak mampu sepenuhnya mengatasi banjir.

"Kami hanya warga biasa, kami sudah mencoba apa yang kami bisa. Tapi tanpa dukungan nyata dari pemerintah, semua usaha ini seperti sia-sia," keluh Anwar dengan nada kecewa.

Sementara itu, warga lainnya, Maya (37 tahun), mengaku cemas dengan dampak banjir yang bukan hanya merusak barang-barang rumah tangga, tetapi juga mengancam kesehatan keluarga, terutama anak-anak.

“Setiap kali banjir, anak-anak pasti jadi korban. Mereka harus menghirup udara lembap, bermain di air kotor. Risiko penyakit seperti diare atau demam berdarah sangat tinggi,” ujar Maya dengan wajah khawatir.

Pemerintah Dinilai Abai, Warga Bergerak Sendiri

Kekecewaan warga Maharta bukan tanpa alasan. Hingga banjir terparah yang terjadi pada Minggu lalu, belum ada langkah konkret yang dilakukan pemerintah daerah untuk menangani persoalan banjir secara menyeluruh.

Warga menilai, meskipun laporan demi laporan sudah disampaikan, respons pemerintah daerah belum menunjukkan hasil nyata. Petugas yang datang pun, menurut warga, hanya sebatas melakukan pendataan tanpa ada tindak lanjut perbaikan infrastruktur drainase.

“Saya sendiri sudah beberapa kali melapor ke kelurahan, tapi sampai sekarang tidak ada hasilnya. Kalau hanya sekadar mendata, kami juga bisa. Yang kami butuhkan adalah solusi nyata,” ujar Anwar, menambahkan kekecewaannya.

Merespons situasi tersebut, warga akhirnya terpaksa mengambil inisiatif sendiri. Mereka membuat grup komunikasi di media sosial untuk saling memberikan informasi terkini seputar banjir, serta mengorganisasi gotong royong membersihkan saluran air dan menyiapkan posko darurat bagi warga terdampak.

"Kami mendirikan posko swadaya untuk membantu warga yang rumahnya terendam. Semua ini hasil patungan dan kerja sama warga, karena kami tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah," tutur Maya.

Dampak Sosial dan Ekonomi Semakin Berat

Banjir berulang yang melanda Perumahan Maharta juga membawa dampak ekonomi yang tidak sedikit. Banyak warga yang harus merelakan perabotan rumah tangga rusak, bahkan sebagian pelaku usaha rumahan mengalami kerugian akibat operasional yang terganggu.

Imam (50 tahun), pemilik warung kelontong di kawasan tersebut, mengaku pasrah. Setiap banjir, tokonya pasti terendam air, mengakibatkan stok barang dagangan basah bahkan rusak.

“Barang dagangan basah semua. Rugi besar setiap kali banjir. Mau bagaimana lagi? Pemerintah seperti tak peduli,” keluh Imam, yang berharap ada perhatian serius dari pemerintah kota.

Tak hanya itu, arus lalu lintas di sekitar perumahan juga lumpuh total akibat banjir. Warga yang hendak beraktivitas terpaksa mencari jalur alternatif atau menunda perjalanan mereka.

"Anak saya sampai tidak bisa berangkat sekolah karena akses jalan terputus. Ini sangat mengganggu aktivitas sehari-hari kami," tambah Maya.

Warga Harap Pemerintah Segera Bertindak

Menyikapi situasi ini, warga Perumahan Maharta mendesak pemerintah Kota Tangerang Selatan untuk segera mengambil langkah konkret. Mereka berharap agar pemerintah tidak sekadar turun mendata, tetapi juga benar-benar melakukan perbaikan menyeluruh pada sistem drainase dan penanganan banjir di kawasan mereka.

“Kami tidak mau janji-janji lagi. Sudah cukup lelah. Kami butuh aksi nyata dari pemerintah untuk membangun drainase yang memadai, bukan hanya menunggu banjir datang baru sibuk,” tegas Anwar.

Senada dengan itu, Maya juga menambahkan, "Kami bukan ingin menyalahkan siapa pun. Tapi ini persoalan yang sangat serius dan menyangkut keselamatan warga. Kalau dibiarkan, lama-lama bisa memicu bencana yang lebih besar."

Warga Bergerak, Pemerintah Diharapkan Tidak Diam

Banjir yang kembali menerjang Perumahan Maharta menjadi cermin nyata bahwa penanganan banjir di Tangerang Selatan masih jauh dari kata tuntas. Warga yang selama ini hanya mengandalkan gotong royong berharap pemerintah daerah segera turun tangan secara serius dan berkelanjutan.

Upaya swadaya warga memang patut diapresiasi, namun tentu tidak cukup jika tanpa dibarengi dengan intervensi pemerintah yang terstruktur dan berkesinambungan. Dengan perbaikan infrastruktur drainase yang memadai, serta kolaborasi erat antara pemerintah dan masyarakat, diharapkan musibah banjir di Perumahan Maharta tidak lagi menjadi bencana tahunan.

Terkini