Buntu: Mediasi Gugatan Lingkungan Smelter Nikel Morowali Utara Gagal, Walhi Sulteng Lanjutkan Kasus ke Pengadilan

Selasa, 25 Februari 2025 | 20:59:26 WIB
Buntu: Mediasi Gugatan Lingkungan Smelter Nikel Morowali Utara Gagal, Walhi Sulteng Lanjutkan Kasus ke Pengadilan

JAKARTA - Mediasi antara Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tengah dan beberapa perusahaan smelter nikel di Morowali Utara berkaitan dengan gugatan lingkungan gagal mencapai kesepakatan. Pertemuan mediasi yang dilangsungkan pada Jumat 21 Februari 2025 di Pengadilan Negeri Poso ini dihadiri oleh pihak-pihak terkait namun berakhir buntu, membuat Walhi Sulteng harus melanjutkan gugatan ini ke tahap berikutnya dalam proses peradilan.

Perusahaan yang terlibat dalam sengketa ini termasuk PT Stardust Estate Investment (SEI), PT Gunbuster Nickel Industry (GNI), dan PT Nadesico Nickel Industry (NNI). Walhi Sulteng menuduh perusahaan-perusahaan ini melakukan praktik pertambangan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan signifikan. Namun, dalam mediasi tersebut, kedua perusahaan, PT SEI dan PT GNI, menolak untuk berkomitmen melakukan pemulihan lingkungan yang dianggap telah tercemar. Sementara itu, PT NNI tidak hadir dalam mediasi tanpa memberikan konfirmasi resmi.

Dalam mediasi tersebut, Walhi yang diwakili oleh Kuasa Hukumnya, Sandy Prasetya Makal, mengajukan beberapa syarat perdamaian. "Kami meminta ketiga perusahaan melakukan pemulihan lingkungan di tempat yang diduga telah terjadi pencemaran dan kerusakan," ujar Sandy. Selain itu, Walhi juga meminta Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Pemerintah Kabupaten Morowali Utara untuk berpartisipasi dalam pengawasan proses pemulihan lingkungan dan mempublikasikan hasil pengawasan tersebut.

Sementara itu, pemerintah daerah menyatakan kesiapan mereka untuk melakukan pengawasan. Namun, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Kabupaten Morowali Utara mengakui bahwa hingga saat ini, mereka belum menerima laporan hasil pengelolaan lingkungan dari ketiga perusahaan tersebut selama dua semester pada tahun 2024.

Keadaan ini semakin rumit ketika PT SEI dan PT GNI menuntut bukti hasil uji laboratorium dari Walhi sebagai dasar untuk menentukan langkah selanjutnya. Sementara Walhi setuju untuk memberikan bukti tersebut, mereka menuntut agar kedua perusahaan setuju untuk berkomitmen melakukan pemulihan lingkungan yang dituliskan secara resmi dalam bentuk akta van dading (akta perdamaian) setelah mereka menerima dan memverifikasi hasil uji laboratorium tersebut. Namun, pernyataan resmi dari perwakilan Walhi, yang disebut oleh Wandi, menegaskan bahwa PT SEI dan PT GNI tetap menolak berkomitmen.

Hakim Mediator, Harianto Mamonto, akhirnya menyatakan bahwa mediasi ini gagal. "Walau mediasi gagal, upaya perdamaian masih dapat diusahakan selagi persidangan belum mencapai putusan akhir," jelasnya. Selanjutnya, persidangan akan memasuki tahap pembacaan gugatan yang diajukan oleh Walhi.

Latar belakang dari gugatan ini bermula ketika masyarakat sekitar kawasan industri tambang mengeluh tentang kondisi udara yang buruk, yang diduga berasal dari aktivitas PLTU Captive Batubara milik PT GNI dan PT NNI di kawasan industri PT SEI. Masyarakat mengeluhkan masalah kesehatan seperti batuk dan kesulitan bernapas akibat kabut asap. Selain itu, aktivitas industri nikel ini dikatakan telah mencemari kawasan pesisir, dengan tumpahan batu bara yang tersebar di pantai dan merusak perairan, menyebabkan kondisi air menjadi hitam dan menyulitkan nelayan mencari ikan.

Walhi telah melakukan riset mendalam, termasuk uji laboratorium dan investigasi, menunjukkan kondisi lingkungan di kawasan tersebut. "Pemantauan yang kami lakukan menunjukkan bahwa perairan di Morowali Utara telah menghitam, dan itu menyulitkan nelayan mencari ikan," ungkap Wandi, perwakilan Walhi.

Kasus ini memberikan sorotan khusus pada pentingnya integritas perusahaan dalam pengelolaan lingkungan dan bagaimana dampak negatif dari kelalaian ini dapat merusak kehidupan penduduk setempat. Dalam waktu dekat, sidang kasus ini di pengadilan akan menjadi langkah penting dalam penegakan hukum lingkungan di Indonesia.

Terkini