Korporasi Sawit Bermasalah dalam Program Pemutihan: Konflik, Pelanggaran, dan Suap

Jumat, 21 Februari 2025 | 09:49:30 WIB
Korporasi Sawit Bermasalah dalam Program Pemutihan: Konflik, Pelanggaran, dan Suap

JAKARTA - Program pemutihan sawit yang diinisiasi oleh pemerintah menuai kontroversi terkait keterlibatan sejumlah korporasi yang terindikasi melakukan pelanggaran. Mulai dari penanaman di luar wilayah izin, tidak memenuhi kewajiban plasma, hingga dugaan suap. Kebijakan pemutihan ini, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No 36 Tahun 2025, mencatat 436 perusahaan sawit yang mendapatkan status pemutihan, dengan total lahan seluas 790.474 hektare dalam proses penyelesaian sesuai kriteria Pasal 110A UU Cipta Kerja. Namun, seluas 317.253 hektare kebun sawit mengalami penolakan penyelesaian karena gagal memenuhi kriteria yang ditetapkan.

Korporasi Besar dan Pelanggaran di Lapangan

Bumitama Group dan Sampoerna Agro Group adalah dua korporasi anggota Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) yang tercatat memiliki masalah hukum dan konflik sosial. Peneliti Sawit Watch, Bony, mengungkapkan adanya dugaan aktivitas ilegal di kawasan hutan yang dilakukan oleh anak perusahaan kedua grup besar ini. "Hasil temuan lapangan kami menunjukkan bahwa anak perusahaan grup besar dari Bumitama Group dan Sampoerna Agro Group di Kalimantan Tengah masih menyisakan persoalan konflik sosial dan diduga telah melakukan aktivitas kebun sawit ilegal di kawasan hutan," ujar Bony.

BGA, anak perusahaan Bumitama Group di Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, terindikasi melakukan penggarapan lahan di luar izin yang mereka miliki. Aktivitas ini mengakibatkan dampak lingkungan yang serius, termasuk pengeringan sungai dan rawa yang berdampak pada hilangnya sumber pangan dan ancaman terhadap habitat satwa. Selain itu, beberapa izin dan Hak Guna Usaha (HGU) disebut tumpang tindih dengan kawasan Hutan Produksi (HP) dan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK).

Konflik Kewajiban Plasma

PT SR, anak perusahaan dari Sampoerna Agro Group, juga menghadapi konflik sosial dengan masyarakat Desa Tempayung terkait janji pembangunan kebun plasma. Hingga saat ini, kewajiban untuk memfasilitasi pembangunan kebun plasmanya belum dipenuhi, memicu dinamika konflik yang berujung pada kriminalisasi petani yang berjuang untuk hak mereka. "Sertifikasi berkelanjutan saja tidak menjamin tata kelola kebun sawit yang bebas pelanggaran. Diperlukan keseriusan dari berbagai pihak untuk memastikan pelaksanaan prinsip-prinsip berkelanjutan di lapangan," tambah Bony.

Reaksi dari Sawit Watch

Achmad Surambo, Direktur Sawit Watch, mengemukakan keprihatinannya terhadap program pemutihan ini. Lembaganya telah berupaya menolak rencana pemerintah melalui gugatan uji materiil PP No. 24 Tahun 2021 di Mahkamah Agung dan berencana melanjutkannya ke Mahkamah Konstitusi terkait Pasal 110B. "Upaya pemutihan ini bisa menjadi preseden buruk bagi tata kelola sawit di Indonesia. Adanya penolakan permohonan penyelesaian terkait 317.253 hektar oleh Kementerian Kehutanan seharusnya mendorong penegakan hukum yang tegas," kata Achmad.

Berkaitan dengan anggota RSPO yang bermasalah namun mendapat pemutihan, Achmad mendesak RSPO untuk mengambil langkah tegas. "RSPO harus menjaga citranya dalam hal sawit berkelanjutan dan memastikan komitmen anggotanya," ujarnya. Penting bagi RSPO untuk memantau apakah prinsip dan kriteria mereka dijalankan sepenuhnya di akar rumput.

Kritik dari Auriga Nusantara


Roni Saputra, Direktur Penegakan Hukum Auriga Nusantara, menyoroti bahwa masalah ini bukan hanya menimpa beberapa perusahaan saja. Di tahun 2019, Managing Director PT BAP divonis penjara karena terlibat kasus suap, bukti bahwa kebijakan pemutihan masih dilakukan secara serampangan. "Pemerintah seharusnya mempertimbangkan aspek sawit berkelanjutan saat memberikan pemutihan ini, termasuk kewajiban plasma, konflik sosial, pelanggaran HAM, kebakaran hutan, dan korupsi," tegas Roni.

Program pemutihan yang sejatinya bertujuan membantu penyelesaian izin malah memperlihatkan sederet masalah yang memerlukan penanganan serius dan ketegasan hukum, agar tidak menciptakan preseden buruk bagi masa depan industri sawit Indonesia.

Terkini

Persaingan Panas di MotoGP Catalonia 2025

Sabtu, 06 September 2025 | 10:46:11 WIB

Kelezatan Makanan Khas Manado Pedas yang Bikin Nagih

Sabtu, 06 September 2025 | 10:46:09 WIB

Liga Inggris Panas, Gelandang Serang Jadi Sorotan

Sabtu, 06 September 2025 | 10:46:07 WIB

Harapan Indonesia di Panjat Tebing: Tri ke Semifinal

Sabtu, 06 September 2025 | 10:46:06 WIB